Sabtu, 08 Februari 2014

Infeksi Cacing Nematoda


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale sedangkan  yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, sedangkan  A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus. Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang.
Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas. Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths. A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paru-paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual. Infeksi askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja penderita.
1.2       Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain :
1.      Untuk mengetahui klasifikasi Nematoda Usus
2.      Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus
3.      Untuk mengetahui siklus hidup Nematoda Usus
4.      Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus
5.      Untuk mengetahui epidiomologi penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus


BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Ascaris lumbricoides



Klasifikasi Ascaris lumbricoides
Phylum            : Nemathelminthes
Class                : Nematoda
Subclass          : Secernemtea
Ordo                : Ascoridida
Super famili     : Ascoridciidea
Genus              : Ascaris
Species            : Ascaris lumbricoides
Hospes dan distribusi
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit yang disebabkannnya disebut Askariasis. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, yang merupakan penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
 Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.
Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Stadium dewasa cacing ini hidup di rongga usus muda. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 3 minggu.
Siklus hidup
Usus manusia -> Cacing -> Telur Cacing -> Keluar bersama feses -> Tersebar -> Menempel pada makanan -> Termakan -> Menetas -> Larva -> Menembus Usus -> Aliran Darah -> Jantung -> Paru-Paru -> Kerongkongan -> Tertelan -> Usus Manusia -> Cacing Dewasa
Telur Ascaris yang berisi embrio diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
Patologi Dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan cacing dewasa dan larva, biasanya terjadi pada saat berada diparu-paru. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.
Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60-90%.  Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini. Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki kelembapan tinggi dan pada suhu 25° - 30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
Enterobius vermicucularis
Klasifikasi Enterobius vermicucularis
Enterobius (Oxyuris) vermicularis (cacing kremi)
Penyakit              : Enterobiasis / oksiuriasis
Hospes                 : Manusia
Habitat                 : Di rongga sekum dan usus halus serta usus besar yang berdekatan dengan sekum, makanannya usus halus
http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/10/13.jpg?w=500
Morfologi :
·         cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4mm, pada ujung anterior ada penebalan kutikulum seperti sayap (alae)
·         cacing jantan 2-5 mm mempunyai sayap dekornya melingkar, bentuknya seperti tanda tanya
http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/10/14.jpg?w=500
SIKLUS HIDUP

Cacing dewasa hidup di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi usus penderitanya. Perkawinan (atau persetubuhan) cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing betina mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000 butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal (perianal) untuk bertelur. Migrasi ini berlangsung 15 – 40 hari setelah infeksi. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.
http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/10/15.jpg?w=500&h=375
Patologi dan gejala klinis
·          Iritasi di sekitar anus, perienum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal
·          kurang nafsu makan, berat  badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak, insomnia, dan mastrubasi,tetapi kadang sulit untuk membuktikan sebab cacing kremi
Pengobatan
·         obat piperazin dosis tunggal 3-4 gram(dewasa) atau 25mg/kg berat  badan (anak-anak) diminum dengan segelas air pada pagi hari sehingga obat sampai di sekum dan kolon.
·         pirantel pamoat dosis 10 mg/ kg berat badan
·         mebendazol dosis tunggal 100 mg
·         albendazol dosis tunggal 400 mg
·         pencegahan dengan kebersihan lingkungan dan selalu cuci tangan sebelum makan
Pencegahan
1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2.Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3.Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
4.Mencuci jamban setiap hari
5.Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
6.Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut
Infeksi dan penularan
  1. Penularan dari tangan ke mulut (hand to mouth), setelah anak – anak menggaruk daerah sekitar anus oleh karena rasa gatal, kemudian mereka memasukkan tangan atau jari – jarinya ke dalam mulut. Kerap juga terjadi, sesudah menggaruk daerah perianal mereka menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.
  2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga telur yang ada di debu dapat tertelan.
  3. Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi
    dapat menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.




2.3       Necator americanus dan Ancylostoma duodenale



Klasifikasi Necator americanus
Phylum            : Nemathelminthes 
Class                : Nematoda
Subclass          : Adenophorea
Ordo                : Enoplida
Super famili     : Rhabditoidea
Genus              : Necator
Species            : Necator americanus


Klasifikasi Ancylostoma duodenale
Phylum            : Nemathelminthes 
Class                : Nematoda
Subclass          : Secernemtea
Ordo                : Rhabditida
Super famili     : Rhabditoidea
Genus              : Ancylostoma
Species            : Ancylostoma duodenale
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif kedua cacing ini, adalah manusia. Cacing ini tidak mempunyai Hospes perantara.Tempat hidupnya ada di dalam usus halus terutama jejunum dan duodenum.Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.

Morfologi
Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000 butir, sedangkan A.deudenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan N.americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada A.duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari, kelurlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filoariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup dalam 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron.
Siklus Hidup
Telur -> Larva rabditiform -> Larva filariform -> menembus kulit -> kapiler darah -> jantung kanan -> paru -> bronkus -> trakea -> laring -> usus halus

Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis:
1.      Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan
2.      Stadium dewasa
Gejala tergantung pada :
Ø  Spesies dan jumlah cacing
Ø  Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
Tiap cacing N.americanus menyebabkan banyak kehilangan darah 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia hipokrom mikrosita. Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
EpidemiologiInsiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama di pedesaan khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan defeksi dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk N.americanus 28°-32° C, sedangkan untuk A.duodenale 23°-25° C. Untuk menghindari infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal).




Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar, cacing cambuk)



Klasifikasi Trichuris trichiura
Phylus             : Nemathelminthes 
Class                : Nematoda
Subclass          : Adenophorea
Ordo                : Enoplida
Super famili     : Ttichinelloidea
Genus              : Trichuris
Species            : Trichuris trichiura

Trichuris trichiura (cacing cambuk) adalah salah satu cacing penyebab penyakit cacingan pada manusia.Cacingan merupakan penyakit yang endemik dan kronik. Tidak mematikan, tetapi mengganggu kesehatan tubuh manusia dan dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
MORFOLOGI
·         Cacing jantan
Panjang 4 cm dengan ujung ekor melingkar dan terdapat spikulum
·          Cacing betina
Panjang 5 cm dengan ujung ekor membulat.
·          Telur
Berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.

DAUR HIDUP
Cacing dewasa hidup di usus besar manusia -> telur keluar bersama tinja penderita -> di tanah telur menjadi infektif -> infeksi terjadi melalui mulut dengan masuknya telur infektif bersama makanan yang tercemar atau tangan yang kotor.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina melatakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang, yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif, dalam waktu 3 samapai 6 minggu dalam lingkungan yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infektif secara langsung bila kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru.
Hospes Definitif  : manusia
Hospes Perantara : tanah
Nama Penyakit : Trikhuriasis, trikhosefaliasi

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dan dapat juga ditemukan di kolon asendes. Seseorang akan terinfeksi trikuriasis apabila menelan telur cacing cambuk yang telah matang. Telur parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja mikroskopis berbentuk seperti tong.
Gejala yang ditimbulkan penyakit trikuriasis adalah :
a.nyeri di ulu hati;
b.diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri;
c.peradangan usus buntu (apendisitis);
d.rektum menonjol melewati anus (prolapsus rektum) akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi;
e.berat badan turun akibat kehilangan nafsu makan;
f.Anemia karena cacing cambuk menghisap darah hospesnya
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN


PENCEGAHAN
1.      Individu
a.  Mencuci tangan sebelum & sesudah makan;
b.Mencuci sayuran yang dimakan mentah;
c.Memasak sayuran di air mendidih;
2.       Lingkungan
a.Menggunakan jamban ketika buang air besar;
b.Tidak menyiram jalanan dengan air got;
c.Tidak jajan di sembarang tempat.
Dalam membeli makanan, kita harus memastikan bahwa penjual makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan
PENGOBATAN
1. Mebendazol
•Bentuk sediaan :
tablet, sirup 100 mg/ 5ml (botol 30 ml)
•Cara kerja obat :
memiliki khasiat sebagai obat kecacingan yang mempunyai jangkauan luas terhadap cacing-cacing parasit.
•Aturan pemakaian
100 mg, 2 kali sehari selama3 hari
•Efek yang tidak diinginkan : kadang-kadang terjadi nyeri perut, diare, sakit kepala, demam, gatal-gatal, ruam kulit
•Tidak boleh digunakan pada anak-anak balita dan wanita hamil.
2. Albendazol; dosis tunggal 400 mg
3. Oksantel pirantel pamoat; dosis tunggal 10-15 mg/kgBB





Strongyloides stercoralis
Klasifikasi Strongyloides stercoralis
A.Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum   : Nematoda
Class       : Secernentea
Ordo       : Rhabditida
Family    : Strongyloididae
Genus     : Strongyloides
Species   : S. Stercoralis

B.  Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit strongilodiasis. Terdapat 3 tipe:
Tipe ringan, tidak memberikan gejala.
Tipe sedang, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan.
Tipe berat, mengalami gangguan hampir di seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.



C. Morfologi
http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/08/211.jpg?w=500&h=174
·         Larva Rabditiform
Panjangnya ± 225 mikron, ruang mulut: terbuka, pendek dan lebar. Esophagus dengan 2 bulbus, ekor runcing.
·         Larva Filariform
Bentuk infektif, panjangnya ± 700 mikron, langsing, tanpa sarung, ruang mulut tertutup, esophagus menempati setengah panjang badan, bagian ekor berujung tumpul berlekuk.
http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/08/22.jpg?w=500&h=375
·         Cacing dewasa betina yang hidup bebas panjangnya ± 1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, uterus berisi telur dengan ekor runcing.
·         Cacing dewasa jantan yang hidup bebas panjangnya ± 1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, ekor melingkar dengan spikulum
http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/08/23.jpg?w=500&h=215

D. Daur Hidup
Parasit ini mempunyai tiga siklus hidup:
1.      Autoinfeksi
Telur menetas menjadi larva rabditiform di dalam mukosa usus -> di dalam usus larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform -> larva filariform menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa.
2.      Siklus Langsung
Sesudah 2 – 3 hari di tanah, larva rabditiform, berubah menjadi larva filaform dengan bentuk langsing.Bila larva ini menembus kulit manusia, larva tumbuh,masuk ke dalam peredaran darah veha kemudian melalui jantung sampai ke paru-paru. Dari paru, parasit yang mulai dewasa,menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring.Sesudah sampai di laring,tarjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus dan menjadi dewasa.

3.      Siklus Tidak Langsung
Pada siklus ini, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan betina.Cacing betina berukuran 1mm x 0,06mm, dan yang jantan berukuran 0,75 mm x 0.04 mm. Cacing betina mengalami pembuahan dan menghasilkan larva rabditiform yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung ini terjadi apabila lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik beriklim rendah.

http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/08/24.jpg?w=500&h=371
 Patologi dan Gejala Klinis
Bila larva filariform menembus kulit, timbul creeping eruption disertai rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar, disertai mual, muntah, diare dan konstipasi.
Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi.
Pada hiperinfeksi cacing ditemukan di seluruh traktus digestivus, larvanya ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Dapat menimbulkan kematian.
 Pencegahan

1.      Sanitasi pembuangan tinja
2.      Melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misal dengan memakai alas kaki
3.      Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan, dan cara pembuatan serta pemakaian jamban.

 Pengobatan
1.      Tiabendazol, dosis 25 mg per kg berat badan, 1 atau 2 kali sehari selama 2 atau 3 hari.
2.      Albendazol 400 mg, 1 atau 2 kali sehari selama 3 hari. Merupakan obat pilihan.
3.      Mebendazol 100 mg 3 kali sehari selama 2 atau 4 minggu.
4.      Perhatian kepada pembersihan daerah sekitar anus, dan menghindari konstipasi


6.Trichinella spiralis (Trichina worm, cacing trichina)





Klasifikasi Trichinella spiralis
Phylum            :Nemathelminthes  
Class                :Nematoda
Subclass          :Adenophorea
Ordo                :Enoplida
Super famili     :Ttichinelloidea
Genus              :Trichinella
Species            :Trichinellaspiralis

Hospes dan Nama Penyakit
Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum, sampai sekum manusia. Selain menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain, seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang, dll. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis.
Morfologi
Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung posteriornya melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak mempunyai spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens yang bisa dikeluarkan sehingga da[at membantu kopulasi.Cacing betina panjangnya 3-4 mm, posteriornya membulat dan tumpul.Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva (larvipar). Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai 1500 buah. Panjang larva yang baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian anterior runcing dan ujungnya menyerupai tombak.
Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus -> babi mengandung kista yang infektif -> manusia terinfeksi olh karena makan daging babi atau mamamlia lain yang mengandung kista -> cacing dewasa hidup di dalam dinding usus -> larva membentuk kista di dalam otot bergaris.Patologi dan Gejala Klinis
Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi.
Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejal nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem, eusinofilia dan hipereosinofilia.Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernafasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot.Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau kelainan jantung.
Epideologi
Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan Pasifik dan Australia. Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan. Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan daging babi. Di daerah tropis dan subtropis frekuensi trikinosis sedikit. Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada daging yang diasap dan diasin.

7.Toxocara canis (dog worm) dan Toxocara cati (cat worm)





Klasifikasi Toxocara canis dan Toxocara cati
Phylum            :Nemathelminthes  
Class                :Nematoda
Subclass          :Secernemtea
Ordo                :Ascoridida
Super famili     :Ascoridciidea
Genus              :Toxocara
Species            :Toxocara canis /cati
Hospes dan Nama Penyakit
Toxocara canis ditemukan pada anjing, sedangkan Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara dan menyebabkan penyakit yang disebut Visceral larva migrans.

Morfologi
 Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3.6 – 8.5 cm. Sedangkan yang betina antara 5.7 – 10 cm. Toxocara cati jantan antara 2.5 – 7.8 cm, yang betina antara 2.5 – 14 cm. bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk kedua ekor spesies hamper sama, yang jantan ekornya lurus dan meruncing (digitiform), yang betina bulat meruncing.

Siklus Hidup
Telur -> ditelan manusia -> menetas -> larva mengembara.
Patologi dan Gejala Klinis.
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat dalam ususnya di hati.penyakit yang disebabkan larva yang mengembara disebut visceral larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Penyakit tersebut dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.

Epidemiologi
 Prevalensi Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta masing-masing mencapai 38.3 % dan 26.0 %. Pencegahan dapat dihindarkan dengan cara melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun kucing dan tidak dibiasakan bermain di tanah.

8. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum


Klasifikasi Strongyloides stercoralis
Phylum            :Nemathelminthes  
Class                :Nematoda
Subclass          :Adenophorea
Ordo                :Enoplida
Super famili     :Rhabiditoidea
Genus              :Strongyloides
Species            :Strongyloides stercoralis
Hospes dan Nama Penyakit
Cacing ini hidup di dalam usus halus kucing dan anjing. Pada manusia,A.braziliense dan A. Caninum menimbulkan kelainan kulit.

Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing dewasa tidak ditemukan pada manusia. A. braziliense dewasa yang jantan panjangnya 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya 6,1-8,4 mm. Mulutnya mempunyai sepasang gigi besar dan sepasans gigi kecil. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik kecil dengan rays pendek. A. caninum jantan panjangnya 10 mm dan betinanya 14 mm. Mulutnya mempunyai 3 pasang gigi besar. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik besar dengan rays panjang dan langsing. Secara tidak langsung dapat terinfeksi larva filariform melalui penetrasi kulit dan selanjutnya larva mengembara di kulit.
Patologi dan Gejala Klinis
Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang disebut creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans. Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelaianan intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Pada tempat larva filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal. Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva didalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder karena kulit di garuk.
Epidemiologi
Kucing dan anjing merupakan hospes definitif A.braziliense dan A.Caninum. Penularan bisa dicegah dengan menghindari  kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja anjing dan kucing.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan

 Manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda ini merupakan masalah masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penularan cacing Nematoda parasitusus dapat melalui tanah yang disebut Soil transmitted helminth (Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis) dan yang yang tidak ditularkan melalui tanah (Enterobius vermicularis dan Trichinella spiralis) (Retno Widyastuti, 2002). Faktor tingginya infeksi cacing usus di Indonesia disebabkan oleh iklim tropik yang panas dan lembap, pendidikan rendah, sanitasi lingkungan dan perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran lingkungan oleh tinja manusia dan kapadatan penduduk yang tinggi.

 Penularan cacing Nematoda parasit usus yaitu:
Ø   Telur infektif masuk melalui mulut : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
Ø   Larva infektif menembus kulit sehat : Cacing tambang, S.stercoralis
Ø   Telur infektif masuk melalui mulut, melalui udara atau secara langsung melalui tangan penderita : E. Vermicularis
Ø   Larva infektif masuk mulut bersama daging yang dimakan : T.spiralis.
  Kelainan patologik yang ditimbulkan oleh infeksi cacing parasit usus yaitu:
Ø   Cacing dewasa dapat menimbulkan : gangguan pecernaan, perdarahan dan anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus dan perforasi usus.
Ø    Larva cacing dapat menimbulkan : reaksi alergik, kelainan jaringan.
  Diagnosis pasti infeksi nematode parasit usus dilakukan melalui:
Ø   Pemeriksaan tinja : A.lumbricoides, cacing tambang, S.stercoralis dan T.trichiura.
Ø   Pemeriksaan mukosa rektum : T.trichiura
Ø   Anal swab : E.vermicularis
Ø   Biopsi otot : T.spiralis
3.2  Saran
 Untuk mencegah infeksi nematoda parasit usus berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan :
1. Mengobati penderita dan massa.
2. Pendidikan kesehatan pribadi dan lingkungan.
3. Menjaga kebersihan makanan atau memasak makanan dengan baik.
4. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah (untuk mencegah infeksi cacing tambang dan strongiloidiasis).
5. Pembuatan MCK yang sehat dan teratur.


















Referensi

Anonim. 2004. Nematodes (Roundworm): Intestinal. (On-Line) http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture4%20intest%20nematodes.htmDiakses 29 Mei 2008.

Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Penertbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.

Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran.. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta

Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta.

Widyastuti, Retno. 2002. Paraitologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar