Rabu, 08 Januari 2014

INFERTILITAS


MAKALAH PATOLOGI
“ INFERTILITAS “


 











DISUSUN OLEH KELOMPOK VII :
DEVI PRATIWI YASIN
EVA RACHMAWATI
YUNIAR ISTIANI


POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG
JURUSAN KEBIDANAN TANJUNG KARANG
TINGKAT III REGULER
2013 / 2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun sehingga makalah Patologi ini yang berjudul “INFERTILITAS” dapat selesai dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Patologi, dimana sumber materi diambil dari beberapa media pendidikan, dan media internet guna menunjang keakuratan materi yang nantinya akan disampaikan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan berguna bagi pembaca. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.


Bandarlampung, November 2013


                                                                              Penyusun










DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
B.  RUMUSAN MASALAH
C.  TUJUAN PENULISAN

BAB II. PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN INFERTILITAS 
B.  ETIOLOGI
C.  FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS
D.  PEMERIKSAAN PASANGAN INFERTIL
E.   PENYAKIT PENYEBAB INFERTILITAS
F.   MASALAH YANG TIMBUL PADA INFERTILITAS
G.  PENATALAKSANAAN INFERTILITAS
H.  PENCEGAHAN INFERTILITAS
I.     PENGOBATAN INFERTILITAS

BAB III. PENUTUP
A.  KESIMPULAN
B.  SARAN

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 pasangan suami istri di Indonesia sekitar 12% atau sekitar 3 juta pasangan mengalami infertil. Dan baru sekitar 50% dari pasangan tersebut yang berhasil ditolong untuk menangani masalah infertil dan selebihnya harus mengadopsi atau hidup tanpa seorang anak.
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran. Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau ”kemandulan” pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidak mampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya, adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi. Infertilitas masih menjadi masalah sebagian pasangan suami istri, hal ini dikarenakan kemungkinan untuk mendapatkan seorang anak masih kecil. Di Indonesia masih langka sekali dokter yang berminat dalam ilmu infertilitas. Faktor kurangnya pengetahuan tentang kesuburan dan infertil juga menjadi faktor penyebab masih tingginya angka infertilitas. Selain itu, faktor-faktor seperti kesehatan lingkungan, gizi, dan status ekonomi juga menjadi faktor yang mempengaruhi.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian infertilitas ?
2.      Bagaimana pemeriksaan pada Infertilitas ?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya infertilitas?
4.      Apakah masalah yang timbul dari infertilitas?
5.      Bagaimana manjemen kebidanan pada infertilitas?

C.  TUJUAN
1.      Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai infertilitas.
2.      Mengetahui cara cara pemeriksaan pada infertilitas
3.      Mengetahui penyebab dan penanggulangan infertilitas.
4.      Mengetahui masalah yang timbul dari infertilitas.
5.      Mengetahui manajemen kebidanan pada infertiltas




























BAB II
PEMBAHASAN


A.  PENGERTIAN INFERTILITAS   
     Infertilitas adalah setahun berumah tangga dengan persetubuhan yang tidak memakai pelindung belum terjadi kehamilan.
(Carey,Reyburn.OBSTETRI & GINEKOLOGI,2001,hal.322)

Infertilitas berarti telah melaksanakan tugas dan upaya selama satu tahun belum berhasil hamil, dengan situasi rumah tangga normal. (Manuaba.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB,2002,hal 611)

Infertilitas menyatakan kesuburan yang berkurang. Suatu pasangan disebut infertril kalau sang istri tidak hamil dalam waktu 1 tahun setelah kawin tanpa mempratikkan kontrasepsi       (disengaja). (Buku Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD, 1981, hal 225)
Infertilitas adalah tidak terjadinya konsepsi dalam waktu satu tahun atau lebih. (Scott,James R.,dkk.Buku Saku Obstetri dan Ginekologi,2001,hal 391)
 Infertilitas atau ketidaksuburan adalah kesulitan untuk memperoleh keturunan pada pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi dan melakukan sanggama secara teratur (Depkes RI,2008).
                        Infertilitas di defenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (Keperawatan Medikal Bedah)

Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak.(Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil.(Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun. Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil.(Siswandi, 2006).
Infertilitas  adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun (Sarwono,497) (http://jurnalbidandiah.blogspot.com/)
Infertilitas (kamandulan) adalah ketidakmampuan atau penurunan kemampuan menghasilkan keturunan (Elizbeth, 639) (http://jurnalbidandiah.blogspot.com/).

Infertilitas adalah ketidakmampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang menghamilkannya jadi infertiltas yaitu disfungsi satu pasangan yang tidak sanggup menjadikan kehamilan dan anak hidup (http://medisiana.com/).

Infertilitas atau ketidaksuburan adalah suatu kondisi di mana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun (http://dieena.wordpress.com/).
Secara medis infertilitas di bagi atas 2 yaitu :
1.  Infertilitas primer berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.

2. Infertilitas sekunder berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalamn bentuk apapun.

B.     ETIOLOGI
Sebanyak 60%-70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahan. Sebanyak 10-20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak akan pernah memiliki anak (Djuwantono,2008).

Walaupun pasangan suami istri dianggap infertile bukan tidak mungkin kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus dipenuhi adalah:
a.    Suami memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan
     dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) kedalam organ reproduksi istri
b.    Istri memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovarium).
(Djuwantono,2008,2)

Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.

Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
a.    Pada wanita
·      Gangguan organ reproduksi
1.    Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan membunuh sperma dan
pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina.
2.   Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3.   Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang.
4.   Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu.

·     Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor cranial, stress, dan pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hiotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormone ini. Maka folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan ovulasi.

·     Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.

·     Endometriosis

·     Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.

·     Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

b.    Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu:
·      Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
·      Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
·      Abnormalitas ereksi
·      Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
·        Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
·      Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti kanker.




C.       FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS     
Ø  Infertilitas disengaja :
a.    Oleh suami :
Ø Coitus interuptus
Ø Condom
Ø Sterilisasi
b.    Oleh istri :
Ø Cara- cara rayat seperti irrigasi air garam
Ø Istibra berkala
Ø IUD
Ø Cara kimiawi berupa salep atau tablet
Ø Oral pills
Ø Sterilisasi
Ø Injectables
(Buku Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD, 1981, hal 225)

Ø  Infertilitas tidak disengaja antara lain
a.         Sebab-sebab pada suami
1.      Gangguan spermatogenesis (aspermia, hypospermia, necrospermia) : misalnya karena kelainan atau penyakit testes, kelainan endokrin.
2.      Kelainan mekanis sehingga sperma tidak dapat dikeluarkan ke dalam puncak vagina seperti : impotensi, ejaculatio praecox, penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Kemandulan yang disebabkan oleh pihak pria 35% - 40%.

b.        Sebab-sebab pada istri
1.      Gangguan ovulasi misalnya karena kelainan ovarium atau gangguan hormonal.
2.      Kelainan mekanis yang menghalangi pembuahan seperti kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, flour albus. Kemandulan disebabkan istri ialah 40% - 50% . Pada 10% - 20% sebabya tidak jelas.     
     (Buku Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD, 1981, hal 226)



Faktor-faktor penyebab infertilitas
1.    Umur
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
       Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan lemak di pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase menopause adalah fase di saat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3.

2.  Lama infertilitas
Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan masalah infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit pada organ reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan yang sesuai dengan pasangan tersebut.

3.  Lingkungan
Paparan terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap, silikon, pestisida, obat-obatan (misalnya: obat pelangsing), dan obat rekreasional (rokok, kafein, dan alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Kafein terkandung dalam kopi dan teh.



4.  Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi, posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.

5.  Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.

6.  Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi).
Oleh karena itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.

7. Masa Subur
Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur.

8.  Kondisi Reproduksi Wanita
Kelainan terbanyak pada organ reproduksi wanita penyebab infertilitas   adalah endometriosis dan infeksi panggul, sedangkan kelainan lainnya yang lebih jarang kejadiannya adalah mioma uteri, polip, kista, dan  saluran telur tersumbat (bisa satu atau dua yang tersumbat.)
Gangguan pada wanita 
a.  Masalah vagina
Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian adalah adanya      sumbatan atau peradangan. Sumbatan psikogen disebut  vaginismus atau disparenia, sedangkan sumbatan anatomik dapat karena bawaan atau perolehan.

b.  Masalah serviks
Masalah serviks yang berpotensi mengakibatkan vertilitas adalah terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang berperan seperti terjadi cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan dan sineksia.

c.  Masalah uterus
Masalah penyebab infertilitas yang dapat terjadi di uterus adalah distorsia kavum uteri karena sineksia, mioma atau polip, peradangan endometrium, dan gangguan kontraksi uterus.

10.Kondisi Reproduksi pria    
Sperma berasal dari kata spermatozoa, yaitu sel kelamin jantan yang memiliki bulu cambuk. Bentuk sperma mirip kecebong.Sperma dihasilkan oleh testis. Cairan nutrisi sperma berupa cairan putih, kental, dan berbau khas yang disebut semen.
Proses pengeluaran semen dan sperma disebut ejakulasi, sehingga cairannya disebut juga dengan cairan ejakulat.Sperma membawa sifat dari bapak, yang nantinya akan bertemu dengan sel telur yang membawa sifat dari ibu. Oleh karena itu, kualitas sperma dan sel telur yang baik menjadi factor penting dalam kehamilan.

Gambaran analisis sperma berkaitan dengan infertilitas

PARAMETER ANALISIS SEMEN NORMAL
1.      Volume : 2-5 ml
2.      Jumlah sperma : 20 juta / ml
3.      Motilitas pada 6-8 jam : > 40%
4.      Bentuk sperma yang abnormal : < 20%
5.      Kandungan kadar fruktosa : 120 – 450 mg / ml

STANDAR ANALISIS SEMEN
PARAMETER
NILAI RERATA
Konsitensi
Warna
Waktu pencairan
pH
Volume
Motilitas (derajat 0-4)
Jumlah (juta/mL)
Viabilitas (eosin)
Jenis sel morfologi (sitologi)
Sel-sel (sel darah putih, lain-lain)
Aglutinasi
Uji biokimia (misal:fruktosa,prostaglandin)
Cair (setelah pencairan)
Opak
≤ 20 menit
7,2-7,8
2-6 mL
≥ 50%
20-100
≥ 50%
≥ 60% oval normal
Tidak ada sampai jarang-jaramg
Tidak ada
(Scott,James R.,dkk.Buku Saku Obstetri dan Ginekologi,2001,hal 392)

Gangguan yang terjadi pada pria :
a.    Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular)
Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas mengeluarkan hormon FSH dan LH.Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam menghasilkan hormon testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu.Terapi yang bisa dilakukan adalah dengan terapi hormon.

b.    Gangguan didaerah testis (testicular)
Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik, atau infeksi.Bisa juga terjadi, selama pubertas testis tidak berkemban dengan baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu.

c.    Gangguan di daerah setelah testis (posttesticular)
Gangguan terjadi di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan lancar, biasanya karena salurannya buntu.Penyebabnya bisa jadi  bawaan sejak lahir, terkena infeksi penyakit -seperti tuberkulosis (Tb).

Ø Faktor yang tidak dapat diterangkan / sebabnya tidak jelas :
ü  Faktor imunnitas
ü  Faktor psikologis infertilitas

Sekalipun tidak jelas, tetapi nyata dapat menghambat kehamilan :
·           Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil
·           Masih daam pendidikan
·           Emosi karena didahului orang lain hamil

Ø Menentukan Kesuburan Pria
Sperma merupakan cairan yang tersusun dari berbagai produk organ-organ pada sistem reproduksi pria. Secara lebih rinci, komposisi di dalamnya antara lain: 1) spermatozoa, 2) cairan yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar tambahan yang mengandung nutrisi dan pelindung spermatozoa serta pelumas.
Berdasarkan komposisi tersebut, analisis sperma mampu menghasilkan data yang akurat dan dapat dijadikan analisis kesuburan seorang pria. Sebagai contoh, dapat digambarkan hal-hal sebagai berikut (Herlianto,1971)
1.    Apabila sperma memiliki volume, warna, dan kekentalan yang normal, tetapi spermatozoa tidak ditemukan sama sekali, jumlahnya kurang dari jumlah normal, memiliki bentuk yang tidak lazim, atau belum mencapai kematangan, hal tersebut merupakan indikasi bahwa terdapat gangguan pada testis.
2.    Apabila sperma mengandung spermatozoa dalam jumlah dan bentuk yang normal, tetapi memiliki volume, warna serta kekentalan yang tidak normal, hal tersebut merupakan indikasi adanya gangguan pada kelenjar-kelenjar tambahan. Gangguan pada kelenjar tambahan juga dapat diindikasikan dengan banyak ditemukannya spermatozoa yang mati. Hal tersebut secara logis berhubungan dengan fungsi cairan yang dihasilkan kelenjar tambahan sebagai nutrisi dan pelindung spermatozoa.
3.    Apabila saat ejakulasi sperma tidak dikeluarkan sama sekali, hal tersebut mengindikasikan kemungkinan terjadinya gangguan multifaktorial, antara lain gangguan pada saluran keluar sperma yang disertai gangguan pada testis maupun kelenjar-kelenjar tambahan. Sumbatan (obstruksi) atau tidak terdapatnya saluran sperma tertentu merupakan akibat dari kelainan sejak lahir (Kongenital) juga memiliki kemungkinan untuk menjadi penyebab tidak dikeluarkannya sperma sama sekali.
Berdasarkan fakta ilmiah tersebut, analisis sperma dapat menjadi sebuah tes kesuburan yang dapat diandalkan untuk menemukan gangguan pada sistem reproduksi pria yang pada akhirnya mengakibatkan infertilitas (Permadi,2008).
1.    Normozoozpermia : karakteristik normal
2.    Ologozoospermia : konsentrasi spermatozoa kurang dari 20 juta per ml
3.    Asthenozoospermia : jumlah sperma yang masih hidup dan bergerak secara aktif, dalam waktu 1 jam setelah ajakulasi, kurang dari 50%
4.    Teratozoospermia : jumlah sperma dengan morfologi normal kurang dari 30%
5.    Oligoasthenoteraatozoospermia : kelainan campuran dari 3 variabel yang telah disebutkan sebelumnya
6.    Azoospermia : tidak adanya spermatozoa dalam sperma
7.    Aspermia : sama sekali tidak terjadi ejakulasi sperma
Ø Menguji Kesuburan Seorang Wanita
Sistem reproduksi wanita dapat dibagi berdasarkan fungsi utama dari tiap organ yang menyusunnya.

Fungsi utama tersebut antara lain (Permadi,2008)
·      Produksi dan pematangan sel telur di ovarium
·      Penghantaran sel telur yang telah matang ke tempat terjadinya pembuahan (ampulla tuba) dan zigot yang dihasilkan ke rahim
·      Implantasi zigot dan perkembangan embrio hingga menjadi bayi dalam rahim
Dengan memahami hal tersebut, prinsip pemeriksaan kesuburan yang dapat dilakukan adalah dengann memeriksa baik tidaknya fungsi utama organ-organ reproduksi dijalankan.
Prinsip-prinsip utama pemeriksaan kesuburan wanita adalah (Permadi,2008)
·      Memeriksa apakah ovarium mampu menghasilkan sel telur matang dan melepaskannya
     saat ovulasi
·      Memeriksa ada tidaknya sumbatan dalam tuba
·       Memeriksa ada tidaknya kelainan dalam rahim yang mampu menghambat terjadinya implantasi dan perkembangan janin
Obat-obat Infertilitas Pria adalah dengan terapi dan menggunakan obat-obat lain yang juga sering diberikan dokter sebagai obat pendukung dalam meningkatkan kesuburan adalah vitamin dan antibiotic. Pada umumnya, vitamin yang diberikan dokter adalah vitamin E. vitamin E telah terbukti memiliki efek antioksidan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup sel-sel tubuh, termasuk kerja sel yang berkaitan dengan produksi dan perkembangan spermatozoa hingga matang (Permadi,2008).
Antibiotik hanya diberikan apabila sang pria terbukti mengalami infeksi pada organ ataupun saluran reproduksinya. Antibiotik hanya diberikan atas instruksi dokter dan digunakan sesuai dengan petunjuk penggunanya (Permadi,2008).
Akibat dari pemakaian antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan pakai adalah kuman penyebab infeksi yang menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Dengan demikian, hal tersebut justru menyebabkan bertambah parahnya kondisi sakit yang ada (Permadi,2008).
D.  PEMERIKSAAN PASANGAN INFERTIL
Syarat - syarat pemeriksaan
Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu berarti, kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu tidak diperiksa.

Adapun syarat-syarat pemeriksaan infertil adalah sebagai berikut:
1)   Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk
mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila:
a.    Pernah mengalami keguguran berulang
b.    Diketahui mengidap kelainan endokrin
c.    Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut, dan
d.    Pernah mengalami bedah ginekologik.
2) Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan  itu datang ke dokter
3) Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini. 
4) Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri atau anaknya (Winkjosastro, 2011)
Syarat-Syarat Pemeriksaan
Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah:
1.    Istri dengan usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha mendapatkan anak selama
12  bulan.
2.    Istri dengan usia 31-35 tahun dapat langsung diperiksa ketika pertama kali datang.
3.    Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.
4.    Pemeriksaan infertil tidak dilakukan pada pasangan yang mengidap penyakit.
Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya.
Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut :
Anamnesa, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus.

Anamnesa umum
Berapa lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut.

Anamnesa khusus
Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan darah dan  rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah terjadi kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia).
Suami : Bagaimanakah tingkat ereksi, apakah pernah mengalami penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil.
Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
·       Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.
·       Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bias pemeriksaan roentgen ataupun USG.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya :
a)    Penatalaksanaan suhu basal; Kenaikan suhu basal setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh
     hormon progesteron.
b)   Pemeriksaan vaginal smear; Pengaruh progesteron menimbulkan sitologi pada sel-sel
     superfisial.
     menjadi kental.
e)    Pemeriksaan endometrium; Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol.

Gangguan ovulasi disebabkan :
a) Faktor susunan saraf pusat ; misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen. 
b) Faktor intermediate ; misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.
c)
Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.
Terapi : Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada wanita anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Atau dengan pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk wanita yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat.

Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar.
·       Ejakulat normal :  volume  2-5 cc, jumlah spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60 % masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25 %.
·       Spermatozoa pria fertil  : 60 juta per cc atau lebih, subfertil : 20-60 juta per cc, steril : 20 juta per cc atau kurang.
Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).

Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa adalah : a) Kentalnya lendir serviks; Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair. b) pH lendir serviks; pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis. c) Enzim proteolitik. d) Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa.
Baik tidaknya lendir serviks dapat diperiksa dengan :
·       Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa : teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik.
·       Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus.
Terapi yang diberikan adalah pemberian hormone estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi.

Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakukan :
a) Pertubasi (insuflasi = rubin test); pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri.
b) Hysterosalpingografi; pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.
c) Koldoskopi; cara ini dapat digunakan untuk melihat keadaan tuba dan ovarium.
d) Laparoskopi; cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya.

Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase.
Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka :
endometrium tidak bereaksi terhadap
progesteron, produksi progesterone kurang. Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon
progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi.

Nasehat Untuk Pasangan Infertil
Bidan dapat memberikan nasehat kepada pasangan infertil, diantaranya :
·      Meminta pasangan infertil mengubah teknik hubungan seksual dengan memperhatikan masa subur.
·      Mengkonsumsi makanan yang meningkatkan kesuburan.
·      Menghitung minggu masa subur.
·      Membiasakan pola hidup sehat.
     (http://hamiaa.blogspot.com/)

Pemeriksaan masalah infertilitas
1. Pemeriksaan mikroskopik
1) Konsentrasi spermatozoa
Menghitung konsentrasi spermatozoa dalam air mani sama caranya dengan menghitung konsentrasi sel darah. Cairan pengencernya adalah larutan George yang mengandung formalin 40%, sehingga spermatozoa menjadi tidak bergerak karenanya. Untuk menghitung kadar spermatozoa yang bergerak, dipakai larutan 0,9% NaCl, yang tidak membunuh spermatozoa yang bergerak. Dengan demikian yang dihitung hanyalah spermatozoa yang tidak bergerak saja. Selisih antara perhitungan larutan pengencer  Goerge dan 0,9% NaCl menghasilkan konsentrasi spermatozoa yang bergerak.




2) Motilitas spermatozoa
Lebih penting dari konsentrasi spermatozoa ialah motilitasnya. Setetes air mani ditempatkan pada gelas obyek, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Persentase spermatozoa motil ditaksir setelah memeriksa 25 lapangan pandangan besar.
Jarang sekali semua atau hampir semua spermatozoa ditemukan tidak bergerak. Apabila ternyata demikian, sebaiknya darah pasien diperiksa untuk kemungkinan antibodi imobilisasi spermatozoa dengan uji Isojima. Untuk meyakinkan apakah semua spermatozoa itu telah mati, dilakukan pulasan eosin-negrosin. Biasanya pada analisis air mani normal 2-3 jam setelah ejakulasi akan masih terdapat 60% spermatozoa bergerak maju lurus cepat.
Sebagaimana dikatakan oleh MacLeod, plasma mani bukanlah medium yang baik untuk menyimpan spermatozoa dalam waktu yang lama, kecuali untuk beberapa menit saja, seperti terjadi pada senggama normal. Pada pemeriksaan pasca senggama segera, ternyata spermatozoa dapat mencapai lendir servik dalam 1 ½ menit setelah ejakulasi, dan tidak dapat hidup lama dalam sekret vagina karena keasamannya yang tinggi. Dengan demikian spermatozoa yang akan membuahi ovum itu, harus secepatnya membebaskan diri dari lingkungan plasma mani dan sekresi vagina. Oleh karena itu faktor vagina hampir tidak berpengaruh.
Motilitas spermatozoa kurang dapat diperoleh dari suami sehat setelah tidak bersenggama lebih dari 10 hari. Hal ini mungkin karena kerusakan spermatozoa akibat terlampau lama ditimbun dalam sistem duktus. Pemeriksaan air mani berikutnya setelah abstinensi yang singkat akan memulihkan motilitas spermatozoa seperti semula.
3) Morfologi spermatozoa
Morfologi spermatozoa harus dianggap sama pentingnya dengan konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan pulasan sediaan usap air mani, kemudian menghitung jenis spermatozoanya.

2. Uji ketidakcocokan imunologik
Uji kontak air mani dengan lendir servik ( sperm cervical mucus contact tes-SCMC test) yang dikembangkan oleh Kremer dan Jager dapat mempertunjukkan adanya anti bodi lokal pada pria dan wanita.



3. Uji pasca senggama
Walaupun uji Sims-Huhner atau uji pasca senggama telah lama dikenal diseluruh dunia, tetapi ternyata nilai kliniknya belum diterima secara seragam. Salah satu sebabnya ialah belum ada standarisasi cara melakukannya. Kebanyakan peneliti sepakat untuk melakukannya pada tengah siklus haid, yang berarti 1-2 hari sebelum meningkatnya suhu basal badan yang meningkat.  Akan tetapi belum ada kesepakatan berapa hari abstinensi harus dilakukan sebelumnya, walaupun kebanyakan menganjurkan 2 hari. Demikian pula belum ada kesepakatan kapan pemeriksaan itu dilakukan setelah senggama.
Menurut kepustakaan, yang melakukannya setelah 90 detik sampai setelah 8 hari. Sebagaimana telah diuraikan, spermatozoa sudah dapat mencapai lendir servik segera setelah senggama, dan dapat hidup di dalamnya sampai 8 hari. Menurut Denezis uji pascasenggama baru dapat dipercaya kalau dilakukan dalam 8 jam setelah senggama. Perloff melakukan penelitian pada golongan fertil dan infertil, dan berkesimpulan tidak ada perbedaan hasil antara kedua golongan itu kalau pemeriksaannya dilakukan lebih dari dua jam setelah senggama. Jika kesimpulan ini benar, maka uji pasca senggama dilakukan secepatnya setelah senggama, walaupun penilaian secepat itu tidak akan sempat menilai ketahanan hidup spermatozoa dalam lendir servik.
Cara pemeriksaan : setelah abstinensi selama 2 hari, pasangan dianjurkan melakukan senggama 2 jam sebelum saat yang ditentukan untuk datang ke dokter. Dengan spekulum vagina kering, servik ditampilkan, kemudian lendir servik yang tampak dibersihkan dengan kapas kering pula. Jangan menggunakan kapas basah  oleh antiseptik karena dapat mematikan spermatozoa. Lendir servik diambil dengan isapan semprit tuberkulin, kemudian disemprotkan  keluar pada gelas obyek, lalu ditutup dengan gelas penutup. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan lapangan pandangan besar (LPB).

4. Uji in vitro
1)  Uji gelas obyek
     Miller & Kurzok pada tahun 1932 memakai teknik yang sangat sederhana untuk mengukur kemamapuan spermatozoa masuk ke dalam lendir servik. Caranya dengan menempatkan setetes air mani dan setetes lendir servik pada gelas obyek, kemudian kedua bahan itu disinggungkan satu sama lain dengan meletakkan sebuah gelas penutup diatasnya. Spermatozoa akan tampak menyerbu ke dalam lendir servik, didahului pembentukan phalanges air mani ke dalam lendir servik. Menurut Perloff dan Steinberger, pembentukan phalanges  itu bukan merupakan kegiatan spermatozoa, melainkan fenomena fisik kalau kedua cairan yang berbeda viskositas, tegangan permukaan, dan reologinya bersinggungan satu sama lain dibawah gelas penutup.

2) Uji kontak air mani dan lendir servik
Menurut Kremer dan Jeger, pada ejakulat autoimunisasi, gerakan maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar ditempat kalau bersinggungan dengan lendir servik. Perangai gemetar ditempat ini terjadi pula kalau air mani yang normal bersinggungan dengan lendir servik dari wanita yang serumnya mengandung antibody terhadap spermatozoa.

Kremer dan Jeger melakukan uji tersebut dengan dua cara:
Cara pertama : setetes lendir servik praovulasi dengan tanda-tanda pengaruh estrogen yang baik dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah gelas obyek disamping setetes air mani. Kedua tetesan itu dicampur dan diaduk dengan sebuah gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup campuran itu. Setetes mani yang sama diletakkan pada gelas obyek itu juga, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan dengan membandingkan motilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu. Sediaan itu kemudian disimpan ke dalam tatakan petri yang lembab pada suhu kamar, selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi.
Cara kedua : setetes besar lendir servik diletakkan pada sebuah gelas obyek, kemudian dilebarkan sampai diameternya 1 cm. Setetes air mani diletakkan di tengah-tengah lendir servik itu, kemudian lendir servik dan air mani ditutup dengan sebuah gelas penutup, sambil ditekan sedikit supaya air maninya dapat menyebar tipis diatas lendir servik. Setetes air mani yang sama diletakkan pula pada gelas obyek itu, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan sama seperti cara pertama. Uji ini sangat berguna untuk menyelidiki adanya faktor imunologi apabila uji pasca senggama selalu negatif atau kurang baik, sedangkan kualitas air mani dan lendir servik normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang gemetar ditempat, yang maju pesat, dan yang tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.
5. Biopsi Endometrium
Kapan biopsi itu dilakukan, tergantung dari keterangan yang ingin diperoleh. Apabila ingin memperoleh keterangan tentang pengaruh estrogen atau yang lain yang bukan hormonal, maka biopsi endometrium dilakukan pada hari ke-14. Apabila yang ingin diketahui adalah peradangan menahun (tuberkulosis), ovulasi, atau neoplasia, maka biopsinya dilakukan setelah ovulasi. Pada umumnya, waktu yang terbaik untuk melakukan biopsi adalah 5-6 hari setelah ovulasi, yaitu sesaat sebelum terjadinya implantasi blastosis pada permukaan endometrium.
Biopsi yang dilakukan sebelum hari ke-7 setelah ovulasi itu akan mengurangi kemungkinan terganggunya kehamilan yang sedang terjadi. Biopsi yang dilakukan dalam 12 jam setelah haid masih dapat menilai endrometrium yang bersekresi, malahan granuloma tuberkulosis akan tampak lebih jelas. Walaupun biopsi ini maksudnya untuk menghindarkan kemungkinan terganggunya kehamilan, akan tetapi perdarahan hari pertama itu mungkin haid melainkan perdarahan intervilus.

6. Histerosalpingografi
Alat yang dianggap terbaik untuk menyuntikkan media kontras ialah kateter pediatrik Foley nomor 8, sebagaimana diuraikan oleh Ansari, untuk menghindarkan perlukaan dan perdarahan servik, menghindarkan perforasi uterus, mengurangi rasa nyeri, dan karena mudah mengatur sikap pasien. Kateter dimasukkan kedalam kavum uteri dengan bantuan klem, kemudian dipertahankan dengan pada tempatnya dengan menyuntikkan 2 ml air. Setelah spekulum vagina dilepaskan, media kontras disuntikkan ke dalam kavum uteri secukupnya dengan pengawasan fluoroskopi. Untuk mendapatkan gambaran segmen bawah uterus dan kanalis servikalis, balon dikempeskan sebentar sambil menyuntikkan media kontras.
Keuntungan memakai media kontras air ialah: penyebarannya rata dalam kavum peritonei, cepat diserap (dalam 60 menit), menghindarkan kemungkinan terjadinya emboli, dan menimbulkan reaksi peritoneal yang tidak berarti. Kadang-kadang terjadi kejang tuba, sebagai reaksi terhadap nyeri atau ketakutan sewaktu dilakukan histerosalpingografi, yang akan memberikan gambaran palsu seperti sumbatan. Usaha menghindarkannya antara lain dengan obat nitrogliserin dibawah lidah, obat penenang, anestesi paraservikal, atau pemberian parenteral isoksuprin yang tidak selalu berhasil.

7.  Histeroskopi
Histeroskopi adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam fisiologik, atau gas CO2.

Dalam infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat :
1)  Kelainan pada pemeriksaan histerosalpingografi
2)  Riwayat abortus habitualis
3)  Dugaan adanya mioma atau polip submukosa
4)  Perdarahan abnormal dari uterus, atau
5)  Sebelum dilakukan bedah plastik tuba, untuk menempatkan kateter sebagai splint  pada  bagian proksimal tuba

Histeroskopi tidak dilakukan bila di duga terdapat infeksi akut rongga panggul, kehamilan,
atau perdarahan banyak dari uterus.

8.  Pertubasi
Pertubasi atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter foley yang dipasang pada kanalis servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka gas akan mengalir bebas ke dalam kavum peritoni. Patensi tuba akan dinilai dari catatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200 mmHg, tentu terdapat sumbatan tuba. Kalau naiknya sampai 80-100 mmHg, salah satu atau keduanya pastilah paten.
Tanda lain yang menyokong patensi tuba ialah terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti "bunyi jet" atau nyeri bahu segera setelah pasien dipersilahkan duduk sehabis pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan gas dibawah diafragma. Saat yang terbaik untur pertubasi ialah setelah haid bersih dan sebelum ovulasi, yaitu pada hari ke 10 siklus haid. Pertubasi tidak dilakukan setelah ovulasi karena dapat mengganggu kehamilan yang mungkin telah terjadi. Lagipula, endometrium pada masa luteal itu menebal, yang dapat mengurangi kelancaran aliran gas.

9.  Sitologi vagina hormonal
Sitologi vagina hormonal menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput lendir vagina, sebagai pengaruh hormon-hormon ovarium (estrogen dan progesteron). Pemeriksaan ini sangat sederhana, mudah dan tidak menimbulkan nyeri, sehingga dapat dilakukan secara berkala pada seluruh siklus haid.

Tujuan pemeriksaan sitologi vagina hormonal ialah:
1)   Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas pada fase proliferasi.
2)   Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik pada fase luteal lanjut
3)   Menentukan saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik ovulasi yang khas.
4)   Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi.

Sitologi vagina hormonal tidak mengenal indikasi kontra. Walaupun demikian, pengenalan gambaran sitologik dapat dipersulit kalau terdapat perdarahan atau peradangan traktus genetalis.

Cara melakukan pemeriksaan sitologi vagina sebagai berikut:
1)        Sebuah tablet nimorozal dimasukan ke dalam vagina 2 hari sebelum setiap kali   pemeriksaan, agar sediaan tidak dikotori sel-sel radang
2)   Pemeriksaan direncanakan pada hari ke-8, 12, 18, dan 24 dari siklus haid
3)   Pasien dilarang bersenggama, diperiksa dalamnya, atau membilas ke dalam vagina,       
dalam 24 jam sebelum pemeriksaannya.
4)   Dengan spekulum vagina yang bersih, fornises lateralis ditampilkan
5)   Lendir vagina dari fornises lateralis itu diusap dengan spatel kayu atau plastik yang  bersih, kemudian dioleskan pada sebuah gelas obyek yang baru.
6)   Difiksasi dengan alkohol 95%
7)   Diwarnai dengan pulasan Harris-Shorr
8)   Pemeriksaan hormonal

Pemeriksaan FSH berturut-turut untuk memeriksa kenaikan FSH tidak selalu mudah, karena perbedaan kenaikannya tidak sangat nyata, kecuali pada tengah-tengah siklus haid (walaupun masih kurang nyata dibandingkan dengan puncak LH). Pada fungsi ovarium yang tidak aktif, nilai FSH yang rendah sampai normal menunjukkan kelainan pada tingkat hipotalamus atau hipofisis, sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kelainan primernya pada ovarium. Pemeriksaan LH setiap hari pada wanita yang berovulasi dapat sangat nyata menunjukkan puncak LH, yang biasanya dipakai sebagai patokan saat ovulasi. Akan tetapi karena hipofisis mengeluarkan LHnya secara berkala, penentuan saat ovulasi dengan pemeriksaan ini dapat keliru ± 1 hari.
Kekeliruan itu dapat dikurangi dengan melakukan pemeriksaan LH serum atau urine beberapa kali setiap hari, yang tidak selalu mudah dilakukan. Penentuan saat ovulasi dengan pemeriksaan LH ini baru dapat diyakinkan kalau pemeriksaan berikutnya menghasilkan nilai yang lebih rendah dengan nyata. Pada fungsi ovarium yang tidak aktif, nilai LH yang rendah atau tinggi, interpretasinya sama dengan untuk FSH. Pemeriksaan estrogen serum atau urine dapat memberikan banyak informasi tentang aktifitas ovarium dan penentuan saat ovulasi. Kalau pemeriksaan ini tidak ditujukan untuk penentuan saat ovulasi yang tepat, pemeriksaannya cukup seminggu sekali.
Nilai estrogen urine yang tetap dibawah 10 mikrogram / 24 jam menunjukkan tidak adanya aktifitas ovarium. Nilai diatas 15 mikrogram / 24 jam menunjukkan adanya aktifitas folikular ovarium. Pemeriksaan perangai sekresi estrogen dan pregnandiol dalam 4 minggu dapat mempertunjukkan adanya siklus anovulasi dengan ekskresi estrogen terus menerus (20-50 mikrogram / 24 jam), atau dengan ekskresi estrogen yang berfluktuasi (puncak 40-200 mikrogram / 24 jam), atau dengan nilai pregnandiol rendah (kurang dari 1 mikrogram / 24 jam). Pemeriksaan progesteron plasma atau pregnandiol urine berguna untuk menunjukkan adanya ovulasi.
Terjadinya ovulasi akan diikuti oleh peningkatan progesteron, yang sudah dapat diukur mulai 2 hari sebelum ovulasi, tetapi sangat nyata dalam 3 hari setelah ovulasi. Nilainya 20-40 kali lebih tinggi daripada fase folikular. Akan tetapi puncak estrogen dan LH masih dapat terjadi, sekalipun siklusnya anovulasi. Oleh karena itu, pemeriksaan estrogen dan LH yang ditujukan untuk  mengetahui telah terjadinya ovulasi harus disertai pemeriksaan progesteron plasma atau pregnandiol urin kira - kira seminggu setelah ovulasi diperkirakan terjadi. Progesteron plasma diatas 10 nanogram / ml atau pregnandiol urine diatas 2 mg / 24 jam menunjukkan bahwa ovulasi telah terjadi. Nilai seperti itu dipertahankan kira-kira selama seminggu.

11.  Pemeriksaan laparoskopi
Laparoskopi diagnostik telah menjadi bagian integral terakhir pengelolan infertilitas untuk memeriksa masalah peritoneum. Pada umumnya hanya mendiagnosis kelainan yang samar, khususnya pada istri pasangan infertil yang berumur 30 tahun lebih, atau yang telah mengalami infertilitas selama 3 tahun lebih. Esposito menganjurkan agar laparoskopi diagnostik dilakukan 6-8 bulan setelah pemeriksaan infertilitas dasar selesai dilakukan. Lebih terperinci lagi menurut  Albano, indikasi untuk melakukan laparoskopi diagnostik adalah:
1.    Apabila selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan
2.    Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik
3.    Apabila istri pasangan infertil berumur 28 tahun lebih, atau mengalami infertilitas selama
3 tahun lebih
4.    Kalau terdapat riwayat laparatomi
5.    Kalau pernah dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras larut minyak
6.    Kalau terdapat riwayat apendisitis
7.    Kalau pertubasi berkali-kali abnormal
8.    Kalau disangka endometriosis
9.    Kalau akan dilakukan inseminasi buatan (Winkjosastro,1999).

12.  Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting bagi pasangan infertil terutama ultrasonografi vaginal yang bertujuan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh kembang folikel de Graaf yang matang, sebagai penuntun aspirasi (pengambilan) telur (ovum) pada folikel de Graff untuk pembiakan bayi tabung. Ultrasonografi vaginal dilakukan sekitar waktu ovulasi yang di dahului dengan pemberian pengobatan dengan klimofen sitrat atau obat perangsang telur lainnya (Manuaba, 2009).

E. PENYAKIT PENYEBAB INFERTILITAS
1.  Endometriosis
Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan paling dalam rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain. Endometriosisbisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan myometrium) yang disebut jugaadenomyosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran telur, atau bahkan dalam rongga perut.Gejala umum penyakit endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah panggul terutama pada saat haid dan berhubungan intim, serta tentu saja infertilitas.

2. Infeksi Panggul
    Infeksi panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi wanita bagian atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur, atau dinding dalam panggul. Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada daerah pusar ke bawah (pada sisi kanan dan kiri), nyeri pada awal haid, mual, nyeri saat berkemih, demam, dan keputihan dengan cairan yang kental atau berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual, aktivitas fisik yang berat, pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim, misalnya: spiral).



3.  Mioma Uteri
     Mioma uteri adalah tumor (tumor jinak) atau pembesaran jaringan otot yang ada di rahim.Tergantung dari lokasinya, mioma dapat terletak di lapisan luar, lapisan tengah, atau lapisan dalam rahim.Biasanya mioma uteri yang sering menimbulkan infertilitas adalah mioma uteri yang terletak di lapisan dalam (lapisan endometrium). Mioma uteribiasanya tidak bergejala. Mioma aktif saat wanita dalam usia reproduksi sehingga -saat menopause- mioma uteri akan mengecil atau sembuh.

4.  Polip
     Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang biasanya diakibatkan olehmioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh kontraksi rahim.Polip dapat menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan pertemuan sperma-sel telur dan lingkunganuterus terganggu, sehingga bakal janin akan susah tumbuh.

5. Saluran Telur yang Tersumbat     
Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa bertemu dengan sel telur sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak terjadi kehamilan.Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui saluran telur yang tersumbat adalah dengan HSG (Hystero Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan röntgen (sinar X) untuk melihat rahim dan saluran  telur.

6.  Sel Telur
     Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya merupakan manifestasi dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi). Delapan puluh persen penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium polikistik.Gangguan ovulasi biasanya direfleksikan dengan gangguan haid. Haid yang normal memiliki siklus antara 26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama haid antara 3-7 hari. Bila haid pada seorang wanita terjadi di luar itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri ke dokter.

F. MASALAH YANG TIMBUL PADA INFERTILITAS
Masalah yang timbul akibat infertilitas, antara lain sebagai berikut:
1.    Kehilangan kepercayaan diri pada pasangan suami istri karena menganggap diri tidak mampu mempunyai keturunan.
2.   Timbul konflik dalam rumah tangga disebabkan karena salah satu pasangan merasa kecewa terhadap pasangannya yang tidak bisa membuat keturunan sampai berakhir dengan perceraian.
3.   Masih ada pandangan masyarakat bahwa terjadinya infertilitas itu yang disalahkan adalah wanita, karena wanita baru bisa baru bisa diterima status warga masyarakat sepenuhnya apabila telah menjadi seorang ibu.
4.   Trauma dan kecewa terhadap diri sendiri karena merasa tidak sempurna sebagai wanita.
5.   Menimbulkan perasaan rendah diri dan kebuntuan dimasa-masa mendatang.
6.   Mengalihkan fungsi keibuan pada interes-interes lain seperti mengutamakan pada kegiatan erotik dan seksual.
7.   Mengabdikan diri pada satu ideologi atau satu interes emosional tertentu.

G. PENATALAKSANAAN INFERTILITAS
A.   Wanita
·       Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak dan waktu yang
 tepat untuk coital
·      Pemberian terapi obat, seperti
1.      Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus,
peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .
2.    Terapi penggantian hormon
3.    Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
4.    Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini
yang adekuat
·      GIFT ( gemete intrafallopian transfer )
·      Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas
·      Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
·     Pengangkatan tumor atau fibroid
·     Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi

B.   Pria
.       Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan
kualitas sperma meningkat
.    Agen antimikroba
.    Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
.    HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
.    FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
.   Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus
.   Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
.   Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
.   Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak
    membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
.   Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida.

H. PENCEGAHAN INFERTILITAS
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
1.    Mengobati infeksi di organ ada berbagai jenis infeksi diketahui menyebabkan infertilitas seperti infeksi prostat, testis / buah zakar, maupun saluran sperma.
2.    Menghindari rokok karena rokok mengandung zat-zat yang dapat meracuni pertumbuhan, jumlah dan kualitas sperma.
3. Menghindari alcohol dan zat adiktif.
Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan sperma. Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan pertumbuhan sperma.
4.  Hindari obat yang mempengaruhi jumlah sperma, sepreti obat  darah tinggi.

I. PENGOBATAN INFERTILITAS
1.  Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik diberikan pada pria yang memiliki gangguan infeksi traktus genitalis yang menyumbat vas deferens atau merusak jaringan testis.

2.  Pembedahan
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada pasien mioma dan tuba yang tersumbat.
Tindakan pembedahan ini akan meninggalkan parut yang dapat meyumbat atau menekuk tuba sehingga akhirnya memerlukan pembedahan untuk mengatasinya.



3. Terapi
Terapi dapat dilakukan pada penderita endometriosis. Terapi endometriosis terdiri dari menunggu sampai terjadi kehamila sendiri, pengobatan hormonal, atau pembedahan konservatif.

4.  Tindakan pembedahan/operasi Varikokel
Tindakan yang saat ini dianggap paling tepat adalah dengan operasi berupa pengikatan pembuluh darah yang melebar (varikokel) tersebut. Suatu penelitian dengan pembanding menunjukkan keberhasilan tindakan pada 66 % penderita berupa peningkatan jumlah sperma dan kehamilan, dibandingkan dengan hanya 10 % pada kelompok yang tidak dioperasi.

5. Memberikan suplemen vitamin
Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya merupakan masalah bermakna karena meliputi 20 % penderita. Penanggulangannya berupa pemberian beberapa macam obat, yang dari pengalaman berhasil menaikkan jumlah dan kualitas sperma. Usaha menemukan penyebab di tingkat kromosom dan keberhasilan manipulasi genetik tampaknya menjadi titik harapan di masa datang.

6.    Tindakan operasi pada penyumbatan di saluran sperma
Bila sumbatan tidak begitu parah, dengan bantuan mikroskop dapat diusahakan koreksinya. Pada operasi yang sama, dapat juga dipastikan ada atau tidaknya produksi sperma di buah zakar.

7.    Menghentikan obat-obatan yang diduga menyebabkan gangguan sperma

8.  Menjalani teknik  reproduksi bantuan
Dalam hal ini adalah inseminasi intra uterin dan program bayi tabung. Tindakan inseminasi dilakukan apabila ada masalah jumlah sperma yang sangat sedikit atau akibat masalah antobodi di mulut rahim. Pria dengan jumlah sperma hanya 5-10 juta/cc (dari normal 20 juta) dapat mencoba inseminasi buatan.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN                                          
 Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3kali dalam seminggu dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri dianggap infertil apabila memenuhi syarat:
·           Pasangan suami istri berkeinginan untuk memiliki anak.
·           Selama 1 tahun atau lebih berhubungan seks, istri belum mendapat kehamilan.
·           Frekuensi hubungan seks minimal 2-3 kali dalam setiap minggunya.
·           Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat atau metode kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan, dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan.

B.  SARAN
·      Kepada para pasangan usia subur hendaknya memeriksakan secara rutin alat reproduksinya agar jika terjadi masalah dapat dideteksi dengan cepat.
·      Kepada tenaga kesehatan hendaknya mampu memberikan konseling tentang kesehatan reproduksi kepada pasanagan usia subur (PUS).


·       
DAFTAR PUSTAKA

Ginekologi ,hal 226-233. FakultasKedokteran UNPAD.

Rayburn, William F, J. Christopher Carey.2001.OBSTETRI & GINEKOLOGI.Jakarta:Widya Medika

Scott, James R, dkk.2002.Danforth Buku Saku Obstetri & Ginekologi.Jakarta:Widya Medika

Manuaba, Ida Bagus Gbde.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC

Hacker, Nevile F, J. George Moore.2001.Esensial Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:Hipokrates



Tidak ada komentar:

Posting Komentar