MAKALAH PATOLOGI
“ INFERTILITAS “
DISUSUN OLEH KELOMPOK VII :
DEVI PRATIWI YASIN
EVA RACHMAWATI
YUNIAR ISTIANI
POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG
JURUSAN KEBIDANAN TANJUNG KARANG
TINGKAT III REGULER
2013 / 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun
sehingga makalah Patologi ini yang berjudul “INFERTILITAS” dapat selesai dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Patologi, dimana sumber materi
diambil dari beberapa media pendidikan, dan media internet guna menunjang
keakuratan materi yang nantinya akan disampaikan.
Penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan berguna
bagi pembaca. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Bandarlampung, November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INFERTILITAS
B. ETIOLOGI
C. FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS
D. PEMERIKSAAN PASANGAN INFERTIL
E. PENYAKIT PENYEBAB
INFERTILITAS
F. MASALAH YANG TIMBUL PADA INFERTILITAS
G. PENATALAKSANAAN INFERTILITAS
H. PENCEGAHAN INFERTILITAS
I.
PENGOBATAN INFERTILITAS
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 2000 pasangan suami istri di Indonesia sekitar 12% atau
sekitar 3 juta pasangan mengalami infertil. Dan baru sekitar 50% dari pasangan
tersebut yang berhasil ditolong untuk menangani masalah infertil dan selebihnya
harus mengadopsi atau hidup tanpa seorang anak.
Infertilitas
merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran. Namun
sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan
infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di
salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau
”kemandulan” pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan
sebagai kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah
ketidak mampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO,
diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya, adalah: faktor
Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan
hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar
masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ
reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi. Infertilitas masih menjadi
masalah sebagian pasangan suami istri, hal ini dikarenakan kemungkinan untuk
mendapatkan seorang anak masih kecil. Di Indonesia masih langka sekali dokter
yang berminat dalam ilmu infertilitas. Faktor kurangnya pengetahuan tentang
kesuburan dan infertil juga menjadi faktor penyebab masih tingginya angka
infertilitas. Selain itu, faktor-faktor seperti kesehatan lingkungan, gizi, dan
status ekonomi juga menjadi faktor yang mempengaruhi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian infertilitas ?
2.
Bagaimana pemeriksaan pada Infertilitas ?
3.
Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
infertilitas?
4.
Apakah masalah yang timbul dari infertilitas?
5.
Bagaimana manjemen kebidanan pada infertilitas?
C. TUJUAN
1.
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
infertilitas.
2.
Mengetahui cara cara pemeriksaan pada infertilitas
3.
Mengetahui penyebab dan penanggulangan infertilitas.
4.
Mengetahui masalah yang timbul dari infertilitas.
5.
Mengetahui manajemen kebidanan pada infertiltas
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
INFERTILITAS
Infertilitas
adalah setahun berumah tangga dengan persetubuhan yang tidak memakai pelindung
belum terjadi kehamilan.
(Carey,Reyburn.OBSTETRI
& GINEKOLOGI,2001,hal.322)
Infertilitas berarti telah melaksanakan tugas
dan upaya selama satu tahun belum berhasil hamil, dengan situasi rumah tangga
normal. (Manuaba.Kapita Selekta
Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB,2002,hal 611)
Infertilitas
menyatakan kesuburan yang berkurang. Suatu pasangan disebut infertril kalau
sang istri tidak hamil dalam waktu 1 tahun setelah kawin tanpa mempratikkan
kontrasepsi (disengaja). (Buku Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD,
1981, hal 225)
Infertilitas adalah
tidak terjadinya konsepsi dalam waktu satu tahun atau lebih. (Scott,James R.,dkk.Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi,2001,hal 391)
Infertilitas atau ketidaksuburan adalah
kesulitan untuk memperoleh keturunan pada pasangan yang tidak menggunakan
kontrasepsi dan melakukan sanggama secara teratur (Depkes RI,2008).
Infertilitas
di defenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan setelah
1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (Keperawatan Medikal Bedah)
Infertilitas
(pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu
tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi,
tetapi belum memiliki anak.(Sarwono, 2000).
Infertilitas
adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu
tahun tetapi belum hamil.(Manuaba, 1998).
Infertilitas
adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun. Infertilitas primer
bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil.(Siswandi,
2006).
Infertilitas
adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami kehamilan setelah
melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun (Sarwono,497) (http://jurnalbidandiah.blogspot.com/)
Infertilitas (kamandulan) adalah
ketidakmampuan atau penurunan kemampuan menghasilkan keturunan (Elizbeth, 639) (http://jurnalbidandiah.blogspot.com/).
Infertilitas
adalah ketidakmampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak
hidup oleh suami yang menghamilkannya jadi infertiltas yaitu disfungsi satu
pasangan yang tidak sanggup menjadikan kehamilan dan anak hidup (http://medisiana.com/).
Infertilitas atau
ketidaksuburan adalah suatu kondisi di mana pasangan suami istri belum mampu
memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali
seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk
apapun (http://dieena.wordpress.com/).
Secara medis infertilitas di bagi atas 2 yaitu :
1. Infertilitas primer berarti pasangan
suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalam bentuk apapun.
2. Infertilitas sekunder berarti pasangan
suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya, tetapi saat ini belum
mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali
per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalamn bentuk apapun.
B.
ETIOLOGI
Sebanyak
60%-70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama
pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia
pernikahan. Sebanyak 10-20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau
lebih atau tidak akan pernah memiliki anak (Djuwantono,2008).
Walaupun
pasangan suami istri dianggap infertile bukan tidak mungkin kondisi infertile
sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat
dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan
lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri.
Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus dipenuhi adalah:
a.
Suami memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat
sehingga mampu menghasilkan
dan menyalurkan sel kelamin pria
(spermatozoa) kedalam organ reproduksi istri
b. Istri
memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan
sel kelamin wanita (sel telur atau ovarium).
(Djuwantono,2008,2)
Infertilitas tidak semata-mata
terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami
menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan
idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi
murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu
terjadinya infertilitas antara lain :
a. Pada wanita
·
Gangguan organ reproduksi
1.
Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina
akan membunuh sperma dan
pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi
sperma ke vagina.
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon
esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di
serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi
pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga
sperma tidak dapat masuk ke rahim
3.
Kelainan
pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu
pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya
gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus
berulang.
4. Kelainan
tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi
obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu.
· Gangguan
ovulasi
Gangguan
ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya
hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap
ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor cranial, stress, dan
pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hiotalamus dan
hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormone ini. Maka folikel
mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan ovulasi.
· Kegagalan implantasi
Wanita
dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan
endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada
endometrium tidak berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan
terjadilah abortus.
· Endometriosis
· Faktor
immunologis
Apabila
embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi
sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus
spontan pada wanita hamil.
· Lingkungan
Paparan
radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida
dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi
yang akan mempengaruhi kesuburan.
b. Pria
Ada beberapa kelainan umum yang
dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu:
· Abnormalitas
sperma; morfologi, motilitas
· Abnormalitas
ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
· Abnormalitas
ereksi
·
Abnormalitas
cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
· Infeksi pada
saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan
pada obstruksi pada saluran genital
·
Lingkungan;
Radiasi, obat-obatan anti kanker.
C. FAKTOR PENYEBAB
INFERTILITAS
Ø Infertilitas disengaja :
a.
Oleh suami :
Ø Coitus interuptus
Ø Condom
Ø Sterilisasi
b.
Oleh
istri :
Ø Cara- cara rayat seperti irrigasi air garam
Ø Istibra berkala
Ø IUD
Ø Cara kimiawi berupa salep atau tablet
Ø Oral pills
Ø Sterilisasi
Ø Injectables
(Buku Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD, 1981, hal 225)
Ø
Infertilitas tidak
disengaja antara lain
a.
Sebab-sebab pada
suami
1. Gangguan spermatogenesis (aspermia, hypospermia,
necrospermia) : misalnya karena kelainan atau penyakit testes, kelainan
endokrin.
2. Kelainan mekanis sehingga sperma tidak dapat
dikeluarkan ke dalam puncak vagina seperti : impotensi, ejaculatio praecox,
penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Kemandulan yang disebabkan
oleh pihak pria 35% - 40%.
b.
Sebab-sebab pada
istri
1.
Gangguan ovulasi
misalnya karena kelainan ovarium atau gangguan hormonal.
2.
Kelainan mekanis yang
menghalangi pembuahan seperti kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis
cervicalis atau hymen, flour albus. Kemandulan disebabkan istri ialah 40% - 50%
. Pada 10% - 20% sebabya tidak jelas.
(Buku Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD,
1981, hal 226)
Faktor-faktor
penyebab infertilitas
1. Umur
Kemampuan
reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan
cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa
sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk
hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase di saat
wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama
kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu
membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan
lemak di pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun
fase menopause adalah fase di saat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada
umur 45-55 tahun.
Pada
fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami
menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu
pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai
sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai
terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa
hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga
tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel
telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi.
Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau
USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3.
2. Lama infertilitas
Berdasarkan
laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan masalah
infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit
pada organ reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan
yang sesuai dengan pasangan tersebut.
3. Lingkungan
Paparan
terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap, silikon,
pestisida, obat-obatan (misalnya: obat pelangsing), dan obat rekreasional
(rokok, kafein, dan alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Kafein
terkandung dalam kopi dan teh.
4. Hubungan Seksual
Penyebab
infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi, posisi,
dan melakukannya tidak pada masa subur.
5. Frekuensi
Hubungan
intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap
hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan
adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam
jumlah cukup dan matang.
6. Posisi
Infertilitas
dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi
adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang
nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di saluran telur wanita.
Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi).
Oleh
karena itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas.
Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di
bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat
tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama
10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju
saluran telur untuk bertemu sel telur.
7. Masa Subur
Marak
di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita
harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur
dan sperma bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak
dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam
setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Peristiwa itu
disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran telur (tuba
falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur.
8. Kondisi Reproduksi Wanita
Kelainan
terbanyak pada organ reproduksi wanita penyebab infertilitas adalah
endometriosis dan infeksi panggul, sedangkan kelainan lainnya yang lebih jarang
kejadiannya adalah mioma uteri, polip, kista, dan saluran telur tersumbat
(bisa satu atau dua yang tersumbat.)
Gangguan pada
wanita
a. Masalah
vagina
Masalah
vagina yang dapat menghambat penyampaian adalah
adanya sumbatan atau peradangan. Sumbatan
psikogen disebut vaginismus atau disparenia, sedangkan sumbatan anatomik
dapat karena bawaan atau perolehan.
b. Masalah
serviks
Masalah
serviks yang berpotensi mengakibatkan vertilitas adalah terdapat berbagai
kelainan anatomi serviks yang berperan seperti terjadi cacat bawaan (atresia),
polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan dan sineksia.
c. Masalah
uterus
Masalah
penyebab infertilitas yang dapat terjadi di uterus adalah distorsia kavum uteri
karena sineksia, mioma atau polip, peradangan endometrium, dan gangguan
kontraksi uterus.
10.Kondisi
Reproduksi pria
Sperma
berasal dari kata spermatozoa, yaitu sel kelamin jantan yang memiliki bulu
cambuk. Bentuk sperma mirip kecebong.Sperma dihasilkan oleh testis. Cairan
nutrisi sperma berupa cairan putih, kental, dan berbau khas yang disebut semen.
Proses
pengeluaran semen dan sperma disebut ejakulasi, sehingga cairannya disebut juga
dengan cairan ejakulat.Sperma membawa sifat dari bapak, yang nantinya akan
bertemu dengan sel telur yang membawa sifat dari ibu. Oleh karena itu, kualitas
sperma dan sel telur yang baik menjadi factor penting dalam kehamilan.
Gambaran analisis sperma berkaitan dengan infertilitas
PARAMETER ANALISIS SEMEN NORMAL
|
1. Volume : 2-5 ml
2. Jumlah sperma : 20 juta / ml
3. Motilitas pada 6-8 jam : > 40%
4. Bentuk sperma yang abnormal : < 20%
5. Kandungan kadar fruktosa : 120 – 450 mg / ml
|
STANDAR ANALISIS SEMEN
|
|
PARAMETER
|
NILAI RERATA
|
Konsitensi
Warna
Waktu pencairan
pH
Volume
Motilitas (derajat
0-4)
Jumlah (juta/mL)
Viabilitas (eosin)
Jenis sel morfologi
(sitologi)
Sel-sel (sel darah
putih, lain-lain)
Aglutinasi
Uji biokimia
(misal:fruktosa,prostaglandin)
|
Cair (setelah
pencairan)
Opak
≤ 20 menit
7,2-7,8
2-6 mL
≥ 50%
20-100
≥ 50%
≥ 60% oval normal
Tidak ada sampai
jarang-jaramg
Tidak ada
|
(Scott,James
R.,dkk.Buku Saku Obstetri dan Ginekologi,2001,hal 392)
Gangguan yang terjadi
pada pria :
a. Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular)
Gangguan
biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas mengeluarkan
hormon FSH dan LH.Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam menghasilkan hormon
testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu.Terapi yang bisa
dilakukan adalah dengan terapi hormon.
b. Gangguan didaerah testis (testicular)
Kerja
testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik, atau
infeksi.Bisa juga terjadi, selama pubertas testis tidak berkemban dengan baik,
sehingga produksi sperma menjadi terganggu.
c.
Gangguan di daerah
setelah testis (posttesticular)
Gangguan
terjadi di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan lancar,
biasanya karena salurannya buntu.Penyebabnya bisa jadi bawaan sejak
lahir, terkena infeksi penyakit -seperti tuberkulosis (Tb).
Ø
Faktor yang tidak
dapat diterangkan / sebabnya tidak jelas :
ü
Faktor imunnitas
ü
Faktor psikologis
infertilitas
Sekalipun tidak jelas, tetapi nyata dapat menghambat
kehamilan :
·
Masalah tertekan
karena sosial ekonomi belum stabil
·
Masih daam pendidikan
·
Emosi karena
didahului orang lain hamil
Ø Menentukan
Kesuburan Pria
Sperma merupakan cairan yang
tersusun dari berbagai produk organ-organ pada sistem reproduksi pria. Secara
lebih rinci, komposisi di dalamnya antara lain: 1) spermatozoa, 2) cairan yang
diproduksi oleh kelenjar-kelenjar tambahan yang mengandung nutrisi dan
pelindung spermatozoa serta pelumas.
Berdasarkan komposisi tersebut,
analisis sperma mampu menghasilkan data yang akurat dan dapat dijadikan
analisis kesuburan seorang pria. Sebagai contoh, dapat digambarkan hal-hal
sebagai berikut (Herlianto,1971)
1.
Apabila sperma memiliki volume, warna, dan kekentalan
yang normal, tetapi spermatozoa tidak ditemukan sama sekali, jumlahnya kurang
dari jumlah normal, memiliki bentuk yang tidak lazim, atau belum mencapai
kematangan, hal tersebut merupakan indikasi bahwa terdapat gangguan pada
testis.
2.
Apabila sperma mengandung spermatozoa dalam jumlah dan
bentuk yang normal, tetapi memiliki volume, warna serta kekentalan yang tidak
normal, hal tersebut merupakan indikasi adanya gangguan pada kelenjar-kelenjar
tambahan. Gangguan pada kelenjar tambahan juga dapat diindikasikan dengan
banyak ditemukannya spermatozoa yang mati. Hal tersebut secara logis
berhubungan dengan fungsi cairan yang dihasilkan kelenjar tambahan sebagai
nutrisi dan pelindung spermatozoa.
3.
Apabila saat ejakulasi sperma tidak dikeluarkan sama
sekali, hal tersebut mengindikasikan kemungkinan terjadinya gangguan
multifaktorial, antara lain gangguan pada saluran keluar sperma yang disertai
gangguan pada testis maupun kelenjar-kelenjar tambahan. Sumbatan (obstruksi)
atau tidak terdapatnya saluran sperma tertentu merupakan akibat dari kelainan
sejak lahir (Kongenital) juga memiliki kemungkinan untuk menjadi penyebab tidak
dikeluarkannya sperma sama sekali.
Berdasarkan fakta ilmiah tersebut,
analisis sperma dapat menjadi sebuah tes kesuburan yang dapat diandalkan untuk
menemukan gangguan pada sistem reproduksi pria yang pada akhirnya mengakibatkan
infertilitas (Permadi,2008).
1.
Normozoozpermia : karakteristik normal
2.
Ologozoospermia : konsentrasi spermatozoa kurang dari
20 juta per ml
3.
Asthenozoospermia : jumlah sperma yang masih hidup dan
bergerak secara aktif, dalam waktu 1 jam setelah ajakulasi, kurang dari 50%
4.
Teratozoospermia : jumlah sperma dengan morfologi
normal kurang dari 30%
5.
Oligoasthenoteraatozoospermia : kelainan campuran dari
3 variabel yang telah disebutkan sebelumnya
6.
Azoospermia : tidak adanya spermatozoa dalam sperma
7.
Aspermia : sama sekali tidak terjadi ejakulasi sperma
Ø Menguji
Kesuburan Seorang Wanita
Sistem reproduksi wanita dapat
dibagi berdasarkan fungsi utama dari tiap organ yang menyusunnya.
Fungsi utama tersebut antara lain (Permadi,2008)
·
Produksi dan pematangan sel telur di ovarium
·
Penghantaran sel telur yang telah matang ke tempat
terjadinya pembuahan (ampulla tuba) dan zigot yang dihasilkan ke rahim
·
Implantasi zigot dan perkembangan embrio hingga
menjadi bayi dalam rahim
Dengan memahami hal tersebut,
prinsip pemeriksaan kesuburan yang dapat dilakukan adalah dengann memeriksa
baik tidaknya fungsi utama organ-organ reproduksi dijalankan.
Prinsip-prinsip utama pemeriksaan kesuburan wanita
adalah (Permadi,2008)
·
Memeriksa apakah ovarium mampu menghasilkan sel telur
matang dan melepaskannya
saat ovulasi
·
Memeriksa ada tidaknya sumbatan dalam tuba
·
Memeriksa ada tidaknya kelainan dalam rahim yang mampu
menghambat terjadinya implantasi dan perkembangan janin
Obat-obat Infertilitas Pria adalah
dengan terapi dan menggunakan obat-obat lain yang juga sering diberikan dokter
sebagai obat pendukung dalam meningkatkan kesuburan adalah vitamin dan
antibiotic. Pada umumnya, vitamin yang diberikan dokter adalah vitamin E. vitamin
E telah terbukti memiliki efek antioksidan yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup sel-sel tubuh, termasuk kerja sel yang berkaitan
dengan produksi dan perkembangan spermatozoa hingga matang (Permadi,2008).
Antibiotik hanya diberikan apabila
sang pria terbukti mengalami infeksi pada organ ataupun saluran reproduksinya.
Antibiotik hanya diberikan atas instruksi dokter dan digunakan sesuai dengan
petunjuk penggunanya (Permadi,2008).
Akibat dari pemakaian antibiotik
yang tidak sesuai dengan aturan pakai adalah kuman penyebab infeksi yang
menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Dengan demikian, hal tersebut
justru menyebabkan bertambah parahnya kondisi sakit yang ada (Permadi,2008).
D. PEMERIKSAAN
PASANGAN INFERTIL
Syarat
- syarat pemeriksaan
Setiap
pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu berarti, kalau
istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu tidak
diperiksa.
Adapun
syarat-syarat pemeriksaan infertil adalah sebagai berikut:
1)
Istri
yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk
mendapat
anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila:
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau
rongga perut, dan
d.
Pernah mengalami bedah ginekologik.
2) Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada
kesempatan pertama pasangan itu datang
ke dokter
3) Istri
pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan
infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini.
4) Pemeriksaan
infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota
pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri atau
anaknya (Winkjosastro, 2011)
Pasangan infertil
merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah:
12 bulan.
2. Istri dengan usia 31-35 tahun dapat langsung diperiksa
ketika pertama kali datang.
3. Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun
dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.
Anamnesa, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami
istri secara umum dan khusus.
Anamnesa umum
Berapa lama menikah,
umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan
dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut.
Anamnesa khusus
Anamnesa khusus
Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan darah dan rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah terjadi
kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia).
Suami : Bagaimanakah
tingkat ereksi, apakah pernah mengalami penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil.
Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
· Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.
superfisial.
menjadi
kental.
Gangguan ovulasi disebabkan :
b) Faktor intermediate ; misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.
c) Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.
c) Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.
Terapi : Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan
memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta
pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain
clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada wanita anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Atau dengan pemberian
Human Menopausal Gonadotropin/ Human
Chorionic Gonadotropin untuk wanita yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat.
Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/
diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak
melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar.
·
Ejakulat normal : volume 2-5 cc, jumlah spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60 % masih bergerak
selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25 %.
·
Spermatozoa pria fertil : 60 juta per cc atau lebih, subfertil :
20-60 juta per cc, steril : 20 juta per cc atau kurang.
Sebab-sebab
kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).
Keadaan dan sifat
lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa adalah : a) Kentalnya lendir serviks; Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair. b) pH lendir serviks; pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis. c) Enzim proteolitik. d) Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa.
· Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa : teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik.
· Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada
pertengahan siklus.
a) Pertubasi
(insuflasi = rubin test); pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri.
b)
Hysterosalpingografi; pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.
Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi
dilakukan mikrokuretase.
Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka : endometrium tidak bereaksi terhadap
Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka : endometrium tidak bereaksi terhadap
Nasehat Untuk
Pasangan Infertil
Bidan dapat memberikan nasehat kepada pasangan infertil,
diantaranya :
·
Membiasakan pola
hidup sehat.
(http://hamiaa.blogspot.com/)
Pemeriksaan
masalah infertilitas
1. Pemeriksaan mikroskopik
1) Konsentrasi
spermatozoa
Menghitung konsentrasi spermatozoa dalam air
mani sama caranya dengan menghitung konsentrasi sel darah. Cairan pengencernya
adalah larutan George yang mengandung formalin 40%, sehingga spermatozoa
menjadi tidak bergerak karenanya. Untuk menghitung kadar spermatozoa yang
bergerak, dipakai larutan 0,9% NaCl, yang tidak membunuh spermatozoa yang
bergerak. Dengan demikian yang dihitung hanyalah spermatozoa yang tidak bergerak
saja. Selisih antara perhitungan larutan pengencer Goerge dan 0,9% NaCl
menghasilkan konsentrasi spermatozoa yang bergerak.
2) Motilitas
spermatozoa
Lebih penting dari konsentrasi spermatozoa ialah
motilitasnya. Setetes air mani ditempatkan pada gelas obyek, kemudian ditutup
dengan gelas penutup. Persentase spermatozoa motil ditaksir setelah memeriksa
25 lapangan pandangan besar.
Jarang sekali semua atau hampir semua spermatozoa
ditemukan tidak bergerak. Apabila ternyata demikian, sebaiknya darah pasien
diperiksa untuk kemungkinan antibodi imobilisasi spermatozoa dengan uji
Isojima. Untuk meyakinkan apakah semua spermatozoa itu telah mati, dilakukan
pulasan eosin-negrosin. Biasanya pada analisis air mani normal 2-3 jam setelah
ejakulasi akan masih terdapat 60% spermatozoa bergerak maju lurus cepat.
Sebagaimana dikatakan oleh MacLeod, plasma mani bukanlah
medium yang baik untuk menyimpan spermatozoa dalam waktu yang lama, kecuali
untuk beberapa menit saja, seperti terjadi pada senggama normal. Pada
pemeriksaan pasca senggama segera, ternyata spermatozoa dapat mencapai lendir
servik dalam 1 ½ menit setelah ejakulasi, dan tidak dapat hidup lama dalam
sekret vagina karena keasamannya yang tinggi. Dengan demikian spermatozoa yang
akan membuahi ovum itu, harus secepatnya membebaskan diri dari lingkungan plasma
mani dan sekresi vagina. Oleh karena itu faktor vagina hampir tidak
berpengaruh.
Motilitas spermatozoa kurang dapat diperoleh dari suami
sehat setelah tidak bersenggama lebih dari 10 hari. Hal ini mungkin karena
kerusakan spermatozoa akibat terlampau lama ditimbun dalam sistem duktus.
Pemeriksaan air mani berikutnya setelah abstinensi yang singkat akan memulihkan
motilitas spermatozoa seperti semula.
3) Morfologi
spermatozoa
Morfologi spermatozoa harus dianggap sama pentingnya dengan konsentrasi
spermatozoa. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan pulasan sediaan usap
air mani, kemudian menghitung jenis spermatozoanya.
2. Uji ketidakcocokan imunologik
Uji kontak air mani dengan lendir servik (
sperm cervical mucus contact tes-SCMC test) yang dikembangkan oleh Kremer dan
Jager dapat mempertunjukkan adanya anti bodi lokal pada pria dan wanita.
3. Uji pasca senggama
Walaupun uji Sims-Huhner atau uji pasca
senggama telah lama dikenal diseluruh dunia, tetapi ternyata nilai kliniknya
belum diterima secara seragam. Salah satu sebabnya ialah belum ada standarisasi
cara melakukannya. Kebanyakan peneliti sepakat untuk melakukannya pada tengah
siklus haid, yang berarti 1-2 hari sebelum meningkatnya suhu basal badan yang
meningkat. Akan tetapi belum ada kesepakatan berapa hari abstinensi harus
dilakukan sebelumnya, walaupun kebanyakan menganjurkan 2 hari. Demikian pula
belum ada kesepakatan kapan pemeriksaan itu dilakukan setelah senggama.
Menurut kepustakaan, yang melakukannya
setelah 90 detik sampai setelah 8 hari. Sebagaimana telah diuraikan,
spermatozoa sudah dapat mencapai lendir servik segera setelah senggama, dan
dapat hidup di dalamnya sampai 8 hari. Menurut Denezis uji pascasenggama baru
dapat dipercaya kalau dilakukan dalam 8 jam setelah senggama. Perloff melakukan
penelitian pada golongan fertil dan infertil, dan berkesimpulan tidak ada
perbedaan hasil antara kedua golongan itu kalau pemeriksaannya dilakukan lebih
dari dua jam setelah senggama. Jika kesimpulan ini benar, maka uji pasca senggama
dilakukan secepatnya setelah senggama, walaupun penilaian secepat itu tidak
akan sempat menilai ketahanan hidup spermatozoa dalam lendir servik.
Cara pemeriksaan : setelah abstinensi selama 2 hari, pasangan
dianjurkan melakukan senggama 2 jam sebelum saat yang ditentukan untuk datang
ke dokter. Dengan spekulum vagina kering, servik ditampilkan, kemudian lendir
servik yang tampak dibersihkan dengan kapas kering pula. Jangan menggunakan
kapas basah oleh antiseptik karena dapat mematikan spermatozoa. Lendir
servik diambil dengan isapan semprit tuberkulin, kemudian disemprotkan
keluar pada gelas obyek, lalu ditutup dengan gelas penutup. Pemeriksaan
mikroskopik dilakukan dengan lapangan pandangan besar (LPB).
4. Uji in vitro
1) Uji gelas obyek
Miller & Kurzok pada tahun 1932 memakai
teknik yang sangat sederhana untuk mengukur kemamapuan spermatozoa masuk ke
dalam lendir servik. Caranya dengan menempatkan setetes air mani dan setetes
lendir servik pada gelas obyek, kemudian kedua bahan itu disinggungkan satu
sama lain dengan meletakkan sebuah gelas penutup diatasnya. Spermatozoa akan
tampak menyerbu ke dalam lendir servik, didahului pembentukan phalanges air
mani ke dalam lendir servik. Menurut Perloff dan Steinberger, pembentukan
phalanges itu bukan merupakan kegiatan spermatozoa, melainkan fenomena
fisik kalau kedua cairan yang berbeda viskositas, tegangan permukaan, dan
reologinya bersinggungan satu sama lain dibawah gelas penutup.
2) Uji
kontak air mani dan lendir servik
Menurut Kremer dan Jeger, pada ejakulat autoimunisasi,
gerakan maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar ditempat
kalau bersinggungan dengan lendir servik. Perangai gemetar ditempat ini terjadi
pula kalau air mani yang normal bersinggungan dengan lendir servik dari wanita
yang serumnya mengandung antibody terhadap spermatozoa.
Kremer dan Jeger melakukan uji tersebut dengan dua cara:
Cara pertama : setetes lendir servik praovulasi dengan
tanda-tanda pengaruh estrogen yang baik dan pH lebih dari 7 diletakkan pada
sebuah gelas obyek disamping setetes air mani. Kedua tetesan itu dicampur dan
diaduk dengan sebuah gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup
campuran itu. Setetes mani yang sama diletakkan pada gelas obyek itu juga,
kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan dengan membandingkan
motilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu. Sediaan itu kemudian disimpan ke
dalam tatakan petri yang lembab pada suhu kamar, selama 30 menit, untuk
kemudian diamati lagi.
Cara kedua : setetes besar lendir servik diletakkan pada sebuah
gelas obyek, kemudian dilebarkan sampai diameternya 1 cm. Setetes air mani
diletakkan di tengah-tengah lendir servik itu, kemudian lendir servik dan air
mani ditutup dengan sebuah gelas penutup, sambil ditekan sedikit supaya air
maninya dapat menyebar tipis diatas lendir servik. Setetes air mani yang sama
diletakkan pula pada gelas obyek itu, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
Penilaian dilakukan sama seperti cara pertama. Uji ini sangat berguna untuk
menyelidiki adanya faktor imunologi apabila uji pasca senggama selalu negatif
atau kurang baik, sedangkan kualitas air mani dan lendir servik normal. Perbandingan
banyaknya spermatozoa yang gemetar ditempat, yang maju pesat, dan yang tidak
bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.
5. Biopsi Endometrium
Kapan biopsi itu dilakukan, tergantung dari keterangan yang ingin
diperoleh. Apabila ingin memperoleh keterangan tentang pengaruh estrogen atau
yang lain yang bukan hormonal, maka biopsi endometrium dilakukan pada hari
ke-14. Apabila yang ingin diketahui adalah peradangan menahun (tuberkulosis),
ovulasi, atau neoplasia, maka biopsinya dilakukan setelah ovulasi. Pada
umumnya, waktu yang terbaik untuk melakukan biopsi adalah 5-6 hari setelah
ovulasi, yaitu sesaat sebelum terjadinya implantasi blastosis pada permukaan
endometrium.
Biopsi yang dilakukan sebelum hari ke-7 setelah ovulasi itu akan mengurangi
kemungkinan terganggunya kehamilan yang sedang terjadi. Biopsi yang dilakukan
dalam 12 jam setelah haid masih dapat menilai endrometrium yang bersekresi,
malahan granuloma tuberkulosis akan tampak lebih jelas. Walaupun biopsi ini
maksudnya untuk menghindarkan kemungkinan terganggunya kehamilan, akan tetapi
perdarahan hari pertama itu mungkin haid melainkan perdarahan intervilus.
6. Histerosalpingografi
Alat yang dianggap terbaik untuk menyuntikkan media kontras ialah
kateter pediatrik Foley nomor 8, sebagaimana diuraikan oleh Ansari, untuk
menghindarkan perlukaan dan perdarahan servik, menghindarkan perforasi uterus,
mengurangi rasa nyeri, dan karena mudah mengatur sikap pasien. Kateter
dimasukkan kedalam kavum uteri dengan bantuan klem, kemudian dipertahankan
dengan pada tempatnya dengan menyuntikkan 2 ml air. Setelah spekulum vagina
dilepaskan, media kontras disuntikkan ke dalam kavum uteri secukupnya dengan
pengawasan fluoroskopi. Untuk mendapatkan gambaran segmen bawah uterus dan
kanalis servikalis, balon dikempeskan sebentar sambil menyuntikkan media
kontras.
Keuntungan memakai media kontras air ialah: penyebarannya rata dalam
kavum peritonei, cepat diserap (dalam 60 menit), menghindarkan kemungkinan
terjadinya emboli, dan menimbulkan reaksi peritoneal yang tidak berarti.
Kadang-kadang terjadi kejang tuba, sebagai reaksi terhadap nyeri atau ketakutan
sewaktu dilakukan histerosalpingografi, yang akan memberikan gambaran palsu
seperti sumbatan. Usaha menghindarkannya antara lain dengan obat nitrogliserin
dibawah lidah, obat penenang, anestesi paraservikal, atau pemberian parenteral
isoksuprin yang tidak selalu berhasil.
7. Histeroskopi
Histeroskopi adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah
digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam fisiologik, atau
gas CO2.
Dalam
infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat :
1) Kelainan pada pemeriksaan histerosalpingografi
2) Riwayat abortus habitualis
3) Dugaan adanya mioma atau polip submukosa
4) Perdarahan abnormal dari uterus, atau
5) Sebelum
dilakukan bedah plastik tuba, untuk menempatkan kateter sebagai splint
pada bagian proksimal tuba
Histeroskopi tidak dilakukan bila di duga terdapat infeksi akut rongga
panggul, kehamilan,
atau perdarahan
banyak dari uterus.
8. Pertubasi
Pertubasi atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan
meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter foley yang dipasang pada kanalis
servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya
paten, maka gas akan mengalir bebas ke dalam kavum peritoni. Patensi tuba akan
dinilai dari catatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator
apapun yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200 mmHg,
tentu terdapat sumbatan tuba. Kalau naiknya sampai 80-100 mmHg, salah satu atau
keduanya pastilah paten.
Tanda lain yang menyokong patensi tuba ialah terdengarnya pada
auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti
"bunyi jet" atau nyeri bahu segera setelah pasien dipersilahkan duduk
sehabis pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan gas dibawah diafragma. Saat
yang terbaik untur pertubasi ialah setelah haid bersih dan sebelum ovulasi,
yaitu pada hari ke 10 siklus haid. Pertubasi tidak dilakukan setelah ovulasi
karena dapat mengganggu kehamilan yang mungkin telah terjadi. Lagipula,
endometrium pada masa luteal itu menebal, yang dapat mengurangi kelancaran
aliran gas.
9. Sitologi vagina hormonal
Sitologi vagina hormonal menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput
lendir vagina, sebagai pengaruh hormon-hormon ovarium (estrogen dan
progesteron). Pemeriksaan ini sangat sederhana, mudah dan tidak menimbulkan
nyeri, sehingga dapat dilakukan secara berkala pada seluruh siklus haid.
Tujuan
pemeriksaan sitologi vagina hormonal ialah:
1) Memeriksa
pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas pada fase
proliferasi.
2) Memeriksa
adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik pada fase luteal lanjut
3) Menentukan
saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik ovulasi yang khas.
4)
Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi.
Sitologi vagina hormonal tidak mengenal indikasi kontra. Walaupun
demikian, pengenalan gambaran sitologik dapat dipersulit kalau terdapat perdarahan
atau peradangan traktus genetalis.
Cara melakukan
pemeriksaan sitologi vagina sebagai berikut:
1)
Sebuah
tablet nimorozal dimasukan ke dalam vagina 2 hari sebelum setiap kali pemeriksaan, agar sediaan tidak dikotori
sel-sel radang
2) Pemeriksaan
direncanakan pada hari ke-8, 12, 18, dan 24 dari siklus haid
3) Pasien dilarang
bersenggama, diperiksa dalamnya, atau membilas ke dalam vagina,
dalam 24 jam sebelum pemeriksaannya.
4) Dengan spekulum vagina
yang bersih, fornises lateralis ditampilkan
5) Lendir
vagina dari fornises lateralis itu diusap dengan spatel kayu atau plastik yang bersih, kemudian dioleskan pada sebuah gelas
obyek yang baru.
6) Difiksasi
dengan alkohol 95%
7)
Diwarnai dengan pulasan Harris-Shorr
8) Pemeriksaan
hormonal
Pemeriksaan FSH berturut-turut untuk memeriksa kenaikan FSH tidak selalu
mudah, karena perbedaan kenaikannya tidak sangat nyata, kecuali pada
tengah-tengah siklus haid (walaupun masih kurang nyata dibandingkan dengan
puncak LH). Pada fungsi ovarium yang tidak aktif, nilai FSH yang rendah sampai
normal menunjukkan kelainan pada tingkat hipotalamus atau hipofisis, sedangkan
nilai yang tinggi menunjukkan kelainan primernya pada ovarium. Pemeriksaan LH
setiap hari pada wanita yang berovulasi dapat sangat nyata menunjukkan puncak
LH, yang biasanya dipakai sebagai patokan saat ovulasi. Akan tetapi karena
hipofisis mengeluarkan LHnya secara berkala, penentuan saat ovulasi dengan
pemeriksaan ini dapat keliru ± 1 hari.
Kekeliruan itu dapat dikurangi dengan melakukan pemeriksaan LH serum
atau urine beberapa kali setiap hari, yang tidak selalu mudah dilakukan.
Penentuan saat ovulasi dengan pemeriksaan LH ini baru dapat diyakinkan kalau
pemeriksaan berikutnya menghasilkan nilai yang lebih rendah dengan nyata. Pada
fungsi ovarium yang tidak aktif, nilai LH yang rendah atau tinggi,
interpretasinya sama dengan untuk FSH. Pemeriksaan estrogen serum atau urine
dapat memberikan banyak informasi tentang aktifitas ovarium dan penentuan saat
ovulasi. Kalau pemeriksaan ini tidak ditujukan untuk penentuan saat ovulasi
yang tepat, pemeriksaannya cukup seminggu sekali.
Nilai estrogen urine yang tetap dibawah 10 mikrogram / 24 jam
menunjukkan tidak adanya aktifitas ovarium. Nilai diatas 15 mikrogram / 24 jam
menunjukkan adanya aktifitas folikular ovarium. Pemeriksaan perangai sekresi
estrogen dan pregnandiol dalam 4 minggu dapat mempertunjukkan adanya siklus
anovulasi dengan ekskresi estrogen terus menerus (20-50 mikrogram / 24 jam),
atau dengan ekskresi estrogen yang berfluktuasi (puncak 40-200 mikrogram / 24
jam), atau dengan nilai pregnandiol rendah (kurang dari 1 mikrogram / 24 jam).
Pemeriksaan progesteron plasma atau pregnandiol urine berguna untuk menunjukkan
adanya ovulasi.
Terjadinya ovulasi akan diikuti oleh peningkatan progesteron, yang sudah
dapat diukur mulai 2 hari sebelum ovulasi, tetapi sangat nyata dalam 3 hari
setelah ovulasi. Nilainya 20-40 kali lebih tinggi daripada fase folikular. Akan
tetapi puncak estrogen dan LH masih dapat terjadi, sekalipun siklusnya
anovulasi. Oleh karena itu, pemeriksaan estrogen dan LH yang ditujukan
untuk mengetahui telah terjadinya ovulasi harus disertai pemeriksaan
progesteron plasma atau pregnandiol urin kira - kira seminggu setelah ovulasi diperkirakan
terjadi. Progesteron plasma diatas 10 nanogram / ml atau pregnandiol urine
diatas 2 mg / 24 jam menunjukkan bahwa ovulasi telah terjadi. Nilai seperti itu
dipertahankan kira-kira selama seminggu.
11. Pemeriksaan laparoskopi
Laparoskopi diagnostik telah menjadi bagian integral terakhir pengelolan
infertilitas untuk memeriksa masalah peritoneum. Pada umumnya hanya
mendiagnosis kelainan yang samar, khususnya pada istri pasangan infertil yang
berumur 30 tahun lebih, atau yang telah mengalami infertilitas selama 3 tahun
lebih. Esposito menganjurkan agar laparoskopi diagnostik dilakukan 6-8 bulan
setelah pemeriksaan infertilitas dasar selesai dilakukan. Lebih terperinci lagi
menurut Albano, indikasi untuk melakukan laparoskopi diagnostik adalah:
1. Apabila selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan
1. Apabila selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan
2.
Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik
3.
Apabila istri pasangan infertil berumur 28 tahun lebih, atau mengalami infertilitas
selama
3 tahun lebih
4.
Kalau terdapat riwayat laparatomi
5.
Kalau pernah dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras larut minyak
6.
Kalau terdapat riwayat apendisitis
7.
Kalau pertubasi berkali-kali abnormal
8.
Kalau disangka endometriosis
9.
Kalau akan dilakukan inseminasi buatan (Winkjosastro,1999).
12. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting bagi pasangan infertil
terutama ultrasonografi vaginal yang bertujuan mendapatkan gambaran yang lebih
jelas tentang anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh kembang
folikel de Graaf yang matang, sebagai penuntun aspirasi (pengambilan) telur
(ovum) pada folikel de Graff untuk pembiakan bayi tabung. Ultrasonografi
vaginal dilakukan sekitar waktu ovulasi yang di dahului dengan pemberian
pengobatan dengan klimofen sitrat atau obat perangsang telur lainnya (Manuaba,
2009).
E. PENYAKIT
PENYEBAB INFERTILITAS
1. Endometriosis
Endometriosis
adalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan paling dalam
rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain.
Endometriosisbisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan myometrium)
yang disebut jugaadenomyosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran
telur, atau bahkan dalam rongga perut.Gejala umum penyakit endometriosis adalah
nyeri yang sangat pada daerah panggul terutama pada saat haid dan berhubungan
intim, serta tentu saja infertilitas.
2. Infeksi
Panggul
Infeksi
panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi wanita bagian
atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur, atau dinding
dalam panggul. Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada daerah pusar ke
bawah (pada sisi kanan dan kiri), nyeri pada awal haid, mual, nyeri saat
berkemih, demam, dan keputihan dengan cairan yang kental atau berbau. Infeksi
panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual, aktivitas fisik yang berat,
pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim,
misalnya: spiral).
3. Mioma
Uteri
Mioma
uteri adalah tumor (tumor jinak) atau pembesaran jaringan otot yang ada di
rahim.Tergantung dari lokasinya, mioma dapat terletak di lapisan luar, lapisan
tengah, atau lapisan dalam rahim.Biasanya mioma uteri yang sering menimbulkan
infertilitas adalah mioma uteri yang terletak di lapisan dalam (lapisan
endometrium). Mioma uteribiasanya tidak bergejala. Mioma aktif saat wanita
dalam usia reproduksi sehingga -saat menopause- mioma uteri akan mengecil atau
sembuh.
4. Polip
Polip
adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang biasanya diakibatkan
olehmioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh kontraksi rahim.Polip
dapat menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan pertemuan sperma-sel telur
dan lingkunganuterus terganggu, sehingga bakal janin akan susah tumbuh.
5. Saluran Telur
yang Tersumbat
Saluran
telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa bertemu dengan sel telur
sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak terjadi kehamilan.Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui saluran telur yang tersumbat adalah dengan HSG
(Hystero Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan röntgen (sinar X) untuk
melihat rahim dan saluran telur.
6. Sel
Telur
Kelainan
pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya merupakan manifestasi
dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi). Delapan puluh persen
penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium polikistik.Gangguan ovulasi
biasanya direfleksikan dengan gangguan haid. Haid yang normal memiliki siklus
antara 26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama haid antara 3-7
hari. Bila haid pada seorang wanita terjadi di luar itu semua, maka sebaiknya
beliau memeriksakan diri ke dokter.
F. MASALAH YANG TIMBUL PADA INFERTILITAS
Masalah yang timbul akibat
infertilitas, antara lain sebagai berikut:
1. Kehilangan kepercayaan diri pada pasangan suami istri karena menganggap diri tidak mampu
mempunyai keturunan.
2. Timbul konflik dalam rumah tangga disebabkan karena salah satu pasangan
merasa kecewa terhadap pasangannya yang tidak bisa membuat keturunan sampai
berakhir dengan perceraian.
3. Masih ada pandangan masyarakat bahwa terjadinya infertilitas itu yang
disalahkan adalah wanita, karena wanita baru bisa baru bisa diterima status
warga masyarakat sepenuhnya apabila telah menjadi seorang ibu.
4. Trauma dan
kecewa terhadap diri sendiri karena merasa tidak sempurna sebagai wanita.
5. Menimbulkan
perasaan rendah diri dan kebuntuan dimasa-masa mendatang.
6. Mengalihkan fungsi keibuan pada interes-interes lain seperti mengutamakan
pada kegiatan erotik dan seksual.
7. Mengabdikan
diri pada satu ideologi atau satu interes emosional tertentu.
G. PENATALAKSANAAN
INFERTILITAS
A. Wanita
· Pengetahuan
tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak dan waktu yang
tepat untuk coital
·
Pemberian terapi obat, seperti
1.
Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan
oleh supresi hipotalamus,
peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .
2. Terapi
penggantian hormon
3. Glukokortikoid
jika terdapat hiperplasi adrenal
4. Penggunaan
antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini
yang adekuat
· GIFT (
gemete intrafallopian transfer )
·
Laparatomi
dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas
· Bedah
plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
· Pengangkatan
tumor atau fibroid
· Eliminasi
vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi
B. Pria
. Penekanan produksi sperma untuk
mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan
kualitas
sperma meningkat
.
Agen antimikroba
.
Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
.
HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
.
FSH dan HCG untuk menyelesaikan
spermatogenesis
.
Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus
.
Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
.
Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
.
Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti,
perbaikan nutrisi, tidak
membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
.
Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung
spermatisida.
H. PENCEGAHAN INFERTILITAS
Beberapa hal yang
dapat dilakukan adalah :
1. Mengobati infeksi di organ ada berbagai jenis infeksi
diketahui menyebabkan infertilitas seperti infeksi prostat, testis / buah
zakar, maupun saluran sperma.
2. Menghindari rokok karena rokok mengandung zat-zat yang
dapat meracuni pertumbuhan, jumlah dan kualitas sperma.
3. Menghindari
alcohol dan zat adiktif.
Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan
rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan
sperma. Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan
pertumbuhan sperma.
4. Hindari
obat yang mempengaruhi jumlah sperma, sepreti obat darah tinggi.
I. PENGOBATAN
INFERTILITAS
1. Pemberian
antibiotic
Pemberian
antibiotik diberikan pada pria yang memiliki gangguan infeksi traktus genitalis
yang menyumbat vas deferens atau merusak jaringan testis.
2. Pembedahan
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada pasien mioma dan tuba yang tersumbat.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada pasien mioma dan tuba yang tersumbat.
Tindakan pembedahan
ini akan meninggalkan parut yang dapat meyumbat atau menekuk tuba sehingga
akhirnya memerlukan pembedahan untuk mengatasinya.
3. Terapi
Terapi
dapat dilakukan pada penderita endometriosis. Terapi endometriosis terdiri dari
menunggu sampai terjadi kehamila sendiri, pengobatan hormonal, atau pembedahan
konservatif.
4. Tindakan
pembedahan/operasi Varikokel
Tindakan
yang saat ini dianggap paling tepat adalah dengan operasi berupa pengikatan
pembuluh darah yang melebar (varikokel) tersebut. Suatu penelitian dengan
pembanding menunjukkan keberhasilan tindakan pada 66 % penderita berupa
peningkatan jumlah sperma dan kehamilan, dibandingkan dengan hanya 10 % pada
kelompok yang tidak dioperasi.
5. Memberikan suplemen
vitamin
Infertilitas
yang tidak diketahui penyebabnya merupakan masalah bermakna karena meliputi 20
% penderita. Penanggulangannya berupa pemberian beberapa macam obat, yang dari
pengalaman berhasil menaikkan jumlah dan kualitas sperma. Usaha menemukan
penyebab di tingkat kromosom dan keberhasilan manipulasi genetik tampaknya
menjadi titik harapan di masa datang.
6.
Tindakan operasi pada
penyumbatan di saluran sperma
Bila sumbatan tidak begitu parah, dengan bantuan
mikroskop dapat diusahakan koreksinya. Pada operasi yang sama, dapat juga
dipastikan ada atau tidaknya produksi sperma di buah zakar.
7. Menghentikan obat-obatan yang diduga menyebabkan
gangguan sperma
8. Menjalani
teknik reproduksi bantuan
Dalam
hal ini adalah inseminasi intra uterin dan program bayi tabung. Tindakan
inseminasi dilakukan apabila ada masalah jumlah sperma yang sangat sedikit atau
akibat masalah antobodi di mulut rahim. Pria dengan jumlah sperma hanya 5-10
juta/cc (dari normal 20 juta) dapat mencoba inseminasi buatan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Infertilitas adalah suatu kondisi dimana
pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan
hubungan seksual sebanyak 2-3kali dalam seminggu dalam kurun waktu 1 tahun
tanpa menggunakan kontrasepsi.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri dianggap infertil apabila
memenuhi syarat:
·
Pasangan suami istri berkeinginan untuk memiliki anak.
·
Selama 1 tahun atau lebih berhubungan seks, istri
belum mendapat kehamilan.
·
Frekuensi hubungan seks minimal 2-3 kali dalam setiap
minggunya.
·
Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat atau
metode kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan, dan alat lain yang berfungsi
untuk mencegah kehamilan.
B. SARAN
·
Kepada para pasangan usia subur hendaknya memeriksakan
secara rutin alat reproduksinya agar jika terjadi masalah dapat dideteksi dengan
cepat.
·
Kepada tenaga kesehatan hendaknya mampu memberikan
konseling tentang kesehatan reproduksi kepada pasanagan usia subur (PUS).
·
DAFTAR PUSTAKA
Ginekologi ,hal 226-233.
FakultasKedokteran UNPAD.
Rayburn, William F, J. Christopher Carey.2001.OBSTETRI & GINEKOLOGI.Jakarta:Widya
Medika
Scott, James R, dkk.2002.Danforth Buku Saku Obstetri & Ginekologi.Jakarta:Widya Medika
Manuaba, Ida Bagus Gbde.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC
Hacker, Nevile F, J. George Moore.2001.Esensial Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:Hipokrates
Tidak ada komentar:
Posting Komentar