Konsep Dasar
Distosia dan Distosia Kelainan Alat kandungan
DI SUSUN
OLEH :
EKA CAHYA AGUSTYA
EMA LUTHFIANI
MINAWATI
RENIE SANTIKA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG
D III KEBIDANAN
TANJUNG KARANG
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah inil”.
Penulisan
makalah ini
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Askeb IV Patologi.
Dalam Penulisan
makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini
Bandar Lampung, 19 Oktober 2013
Penyusun
KONSEP DASAR
DISTOSIA
A. Pengertian
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak
normal dalam kekuatan / sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan
tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet (Prof. Dr. Sarwono
Prawirohardjo, 1994). Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam
persalinan diperlukan his normal yang mempunyai sifat :
1.
Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu
tanduk rahim.
2.
Fundal dominan,
menjalar ke seluruh otot rahim
3.
Kekuatannya
seperti memeras isi rahim
4.
Otot rahim yang
telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi
dan pembentukan segmen bawah rahim.
Sebab-sebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan
besar :
1.
Distosia karena kekuatan-kekuatan
yang mendorong anak keluar kurang kuat
1.
Karena kelainan
his : inertia uteri atau kelemahan his merupakan sebeb terpenting dari distosia
2.
Karena kekuatan
mengejan kurang kuat, misalnya karena cicatrix baru pada dinding perut, hernia,
diastasemusculus rectus abdominis atau karena sesak nafas.
2.
Distosia karena
kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi,
hydrocephalus atau monstrum.
3.
Distosia karena
kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor yang mempersempit jalan
lahir.
Distosia merupakan akibat dari 4 gangguan atau
kombinasi antara :
·
Kelainan tenaga
persalinan. Kekuatan his yang tidak memadai atau tidak terkoordinasi dengan
baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataran servik (uterne
dysfunction)nserta gangguan kontraksi otot pada kala 2.
·
Kelainan
presentasi-posisi dan perkembangan janin
·
Kelainan pada
tulang panggul (panggul sempit)
·
Kelainan
jaringan lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin.
( dr. Taufan
Nugroho, obstetri dan kebidanan nudled)
Jenis-jenis kelainan his menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1993)
1. His
Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his
yang tidak normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang.
Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat
lemah, pendek, dan jarang dari his normal.
Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
·
Inersia uteri
primer Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung lama
dan terjadi pada kala I fase laten.
·
Inersia uteri
sekunder Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi
pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah.Dapat
ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagian terendah
terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah.
Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung
sedemikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia
uteri sekunder ini jarang ditemukan.
Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.
Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.
1) Etiologi
His Hipotonik Menurut Prof. dr. Sarwono
Prawirohardjo (1992) penyebab inersia uteri yaitu :
3.
Kelainan his
terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
1.
Inersia uteri
sering dijumpai pada multigravida.
2.
Faktor
herediter
3.
Faktor emosi dan ketakutan
4.
Salah pimpinan
persalinan
5.
Bagian terbawah
janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus, seperti pada kelainan
letak janin atau pada disproporsi sefalopelvik
6.
Kelainan uterus,
seperti uterus bikornis unikolis
7.
Salah pemberian
obat-obatan, oksitosin dan obat penenang
8.
Peregangan rahim
yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion
9.
Kehamilan
postmatur
2) Diagnosa
His Hipotonik Menurut Prof. dr. Sarwono
Prawirohardjo (1992) diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa laten
sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri,
tidak cukup untuk membuat diagnosis bawah persalinan sudah mulai. Untuk pada
kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi
perubahan pada serviks, yaitu pendataran atau pembukaan. Kesalahan yang sering
terjadi pada inersia uteri adalah mengobati pasien padahal persalinan belum
dimulai (False Labour).
3) Komplikasi
3) Komplikasi
Yang Mungkin Terjadi Inersia uteri dapat
menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat terhadap ibu dan
janin yaitu infeksi, kehabisan tenaga dan dehidrasi. (Buku Obstetri Fisiologi,
UNPAD, 1983).
4) Penanganan
His Hipotonik Menurut Prf. Dr. Sarwono
Prawirohardjo penanganan atau penatalaksanaan inersia uteri adalah :
1.
Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi
janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan janin.
2.
Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien
untuk jalan-jalan.
3.
Buat rencana
untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak
kepala :
a.
Berikan
oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tetes
permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Tujuan pemberian
oksitosin adalah supaya serviks dapat membuka.
b.
Pemberian
okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his setelah
pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu untuk
istirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan
esoknya diulang lagi pemberian oksitosin drips.
c.
Bila inersia
uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan seksio
sesaria.
d.
Bila semula his
kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus
telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada
gunanya memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai
dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep
dan seksio sesaria).
2. His Hipertonik
A. Pengertian
His hipertonik disebut juga tetania
uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his
yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan
terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 b="" jam=""> 3>
Menurut
Huges (1872) mendefinisikan bhwa persalinan yang berlangsung sekitar 3 jam
disebut persalinan presipitatus yang menyebabkan berbagai komplikasi terhadap
ibu atau bayinya. komplikasi sebagai akibat ketidaksiapan persalinan bayi
begitu cepat serta persiapan jalan lahirnya belum memenuhi persyaratan untuk
proses persalinan.
Partus presipitatus dapat
mengakibatkan kemungkinan :
a. Terjadi persalinan tidak pada
tempatnya
b. Terjadi trauma janin, karena
tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas
dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.
Tetania uteri juga menyebabkan
asfeksia intra uterine sampai kematian janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu
adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri,
vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak
karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat. 3. His Yang Tidak
Terkordinasi Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat
Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot meningkat diluar his dan kontraksinya
tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi.
Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
B. Etiologi
1. Usia
dan paritas
Keadaan ini terutama merupakan keadaan pada primigravida.
Sekitar 95 % dari kasdus-kasus berat terjadi dalam persalinan pertama, dan
uterus hamper selalu lebih efisien pada kehamilan berikutnya. Insidensi pada
primigravida lanjut usia hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan pada wanita
muda.
2. Kondisi
emosi dan kejiwaan
Kita tidak tahu bagaimana masalah kejiwaan dan emosi dalam
bekerja menyebabkan atau memperburuk inkoordinasi uterus dalam persalinan.
Dikatakan bahwa rasa takut meningkatkan tegangan pada segmen bawah uterus. Akan
tetapi, ada wanita tenang yang mengalami persalinan sulit dan ada wanita yang
amat emosional yang melahirtkan dengan mudah. Kebanyakan kelainan berat pada
system saraf pusat tidak memberikan pengaruh yang merugikan pada persalinan.
3. Kelainan
uterus
Sementara sebagian dokter mengagap bahwa overdistensi,
vibroid, dan jaringan parut pada uterus menjadi presdiposisi timbiulnya
kontarkasi uterus yang jelek, dokter-dokter lainnya menolak anggapan tersebut.
Yang pasti, kelainan congenital uterus, uterus yang fungsiny tidak lengkap atau
uterus bikornis akan mengganggu persalinan.
4. Pecahnya
ketuban
Pecahnya ketuban dalam kondisi yang tepat akan merangsang
uterus untuk berkontraksi lebih baik dan mempercepat kemajuan persalinan. Akan
tetapi, ketuban yang pecah sebelum serviks mendatar m,asih keras, tebal, dan
tertutup tentu menghasilkan persalinan yang lama dan tidak efisien.
5. Gangguan
mekanis dalam hubungan janin dengan jalan lahir
Bagian terendah yang menempel baik pada serviks dan segmen
pada uterus pada kala I persalinan dan dengan vagina serta perineum pada kala
II akan menghasilkan rangsangan reflex yang baik pada myometrium. Segala
sesuatu yang menghalangi hubungan baiak ini akan menyebabkan kegagalan reflex
tersebut, dan akaibatnya timbulah kontraksi yang jelek. Hubungan antara posisi
p[osterior, sikap ekstensi dan posisi melintang yang macet (transverse arrest)
dengan kerja urterus yang salah telah diketahui dengan baik. Mal posisi
menyebabkan gangguan uterus, dan jika keadaan ini bias diperbaiki, meka
kontraksi kerap kali menjadi lebih baik. Penurunan yang lambat dan pembebtujan
bawah uterus tidak lengkap merupakan tanda dini inkoordinasi rahim. Disp[orsisi
cephalopelvic dalam derajat yang ringan menjadi predisposisi timbuknya kerja
uterus yang tidak koordinasi atau his hipertonik.
6. Iritasi
uterus
Rangsangan yang tidak tepat pada uterus oleh obat-obatan
batau oleh tindakan maniipulasi intrauterine dapat mengakibatkan his hipertonik
(oksitosin yang berlebihan).
C. Penatalaksanaan
A. Pencegahan
1. Perasaan
takut diatasi dengan perawatan prenatal yang baik.
2. Analgesic
digunakan kalu perlu untuk mencegah hilangnya pengendalian.
3. Sedasi
berat diberikan pada persalinan palsu agar pasien tidak kelelahan ketika
benar-benar menjalani persalinan yang sesungguhnya.
B. Penanganan
1. Tindakan
umum
Semangnat
pasien harus diutamakan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan
wanita yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur
tiap 4 jam dan pemeriksaan ini dilakukan lebih sering apabila ada gajala preeklamsia
DJJ
dicatat setiap setengah jam dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala II
Kemungkinan
dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian spenuhnya. Karena ada
persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan
dengan narcosis, hendakanya klien jangan diberi makanan biasa.. melainkan dlam
bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infuse larutan glukosa 5% dan NaCl Isotonik
scara intravena cseara berganti-ganti.
Kandung
kemih dan usus dikosongkan bila perlu
Pemeriksaan
dalam perlu dilakukan , akan teteapi harus selalu disadarai bahwa tiap
pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi.
2. Sedasi
dan Analgesi
Meskipun sedasi dengan jumlah yang berlebihan dapat
merintangi kontraksi uterus, penggunaan sedsai yang tepat tidak akan mengganggu
persalinan yang sebenrnya. Pasien memerlukan sedasi untuk menurunkan
kecemasnnya dan memerlukan analgesi untuk mengurangi rasa nyeri. Untuk
mengurangi rsasa neyri dapat diberi pethidin 50 Mg yang dapat diulangi, pada
permulaan kala I dapat diberi 10 MmHg morvin acapkali sedasi dan istirahat
dapat mengubah persalian yang buruk emnjadi persalinan yang lebih baik.
Analgesic epidural lumbalis yang continue kerap kali efektif unruk memperbaiki
kondisi uterus.
C. Bila
ada tanda-tanda obstruksi, persalianan harus segera diselesaikan dengan
seksio seksaria
D. Pada
partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
tiba-tiba dan cepat
E. Penanganan
disfungsi uterus hipertonik
Disfungsi semacam ini ditandai dengan nyeri uterus yang
sangat hebat diantara saat-saat his dan tentu saja tidak sebanding dengan
efektivitasnya untuk menghasilkan penapisan serta dilatasi serviks. Jenis
disfungsi uterus ini secara khas terjadi sebelum serviks mencapai dilatasi 4 cm
ataun lebih.
Oksitosi jarang diperlukan pada keadaan hipertonus uteri
dengan janin yang masih hidup. Persalinan dengan seksio sesaria jika dicurugai
terjadi gawat janin. Apabila selaput ketuban masih utuh dan tidak tedapat bukti
yang menunjukan adanya disporposi fetipelvik, pemberian morvin atau meperidin
akan meredakan rasa nyeri dan memberikan kesempatan istirahat bagi ibu
disamping menghentikan aktifitas uterus yang abnormal. Jadi harapan bahwa
setelah pasien itu bangun kembali timbul his yang normal.
|
Hypotonis
|
Hypertonis
|
Kejadian
Tingkat
Persalinan
Nyeri
Foetal
distress
Reaksi
terhadap oxytocin
Pengaruh
sedativa
|
4%
dari persalinan
Fase
aktif
Tidak
nyeri
Lambat
terjadi
Baik
Sedikit
|
1%
persalinan
Fase
laten
Nyeri
berlebihan
Cepat
Tidak
baik
besar
|
3. His yang Tidak Terkordinasi
Adalah sifat
his yang berubah-ubah. tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara kontraksi
dan bagian-bagiannya. jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
penanganannya,
berikan (sedativa dan analgetik) seperti morfin, petidin dan kalium. : Apabila
persalinan berlangsung lama dan berlarut-larut lakukan porcep/SC
DISTOSIA KARENA KELAINAN ALAT
KANDUNGAN
A. VULVA
Kelainan yang bisa menyebabkan
distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva, kelainan bawaan, varises,
hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
1. Oedema Vulva
1. Oedema Vulva
Bisa timbul pada waktu hamil, biasanya
sebagai gejala pre eklamsia akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain
misalnya gangguan giza. Pada persalinan lama dengan penderita dibiarkan
mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva. Kelainan ini umumnya
jarang merupakan rintangan bagi kelahiran per vaginam.
2. Stenosis Vulva
2. Stenosis Vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan
dan radang yang menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut yang
dapat menimbulakn kesulitan. Walaupun umumnya dapat diatasi dengan mengadakan
episiotomi, yang cukup luas. Kelainan congenital pada vulva yang menutup sama
sekali hingga hanya orifisium utrethra eksternum tampak dapat pula, terjadi.
Penanganan ini ialah mengadakan sayatan median secukupnya untuk melahirkan
kepala.
3. Kelainan Bawaan
Atresia vulva dalam bentuk atresia
hymenalis yang menyebabkan hematokolpos, hematimetra dan atresia vagina dapat
menghalangi konsepsi.
4. varises
4. varises
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya
pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan wasir. Serta dapat menghilang
setelah kelahiran. Hal ini karena reaksi system vena pembuluh darah seperti
otot-otot di tempat lain melemah akibat hormone estroid.
Bahaya varises dalam kehamilan dan persalinan adalah bila pecah dapat mengakibatkan fatal dan dapat terjadi pula emboli udara. Varises yang pecah harus dijahit baik dalam kehamilan maupun setelah lahir.
Bahaya varises dalam kehamilan dan persalinan adalah bila pecah dapat mengakibatkan fatal dan dapat terjadi pula emboli udara. Varises yang pecah harus dijahit baik dalam kehamilan maupun setelah lahir.
5. Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma
dijaringan ikat yang renggang divulva, sekitar vagina atay ligamentum latum.
Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh terduduk pada
tempat yang keras atau koitus kasar. Bila hematoma kecil resorbsi sendiri, bila
besar harus insisi dan bekuan darah dikeluarkan.
6. Peradangan
6. Peradangan
Peradangan vulva sering bersamaan dengan
peradangan vagina dan dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis,
gonorea, trikomoniasis.
Sifilis disebabkan oleh troponema
palladium. Luka primer di vulva sering tidak disadari penderita dalam stadium 2
dijumpai kondiloma akuminata yaitu tonjolan kulit lebar-lebar dengan permukaan
licin, basah, warna putih atau kelabu dan sangat infeksius. Wanita hamil fluor
albus harus diperiksa kemungkinan lues di samping pemeriksaan gonorea,
trikomoniasias dan kandidiasis. Gonorea dapat menyebabkan vulvovaginitis dalam
kehamilan dengan keluhan fluor albus dan disuria.Bayi yang lahir dengan ibu
yang menderita gonorea dapat mengalami blenora neonaturum.
Trikomoniasis vaginalis yang disebabkan
parasit golongan protozoa menimbulkan gejala fluor albus dan gatal. Pasangan
pria dapat ditulari melalui persetubuhan dan sebaliknya dia dapat menulari
pasangan wanita. Penularan dapat terjadi juga melalui handuk.
7. Kondiloma Akuminata
7. Kondiloma Akuminata
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput
lender yang menyerupai jengger ayam jago. Berlainan dengan kondiloma latum
permukaan kasar papiler, tonjolan lebih tinggi, warnaya lebih gelap. Sebaiknya
diobati sebelum bersalin, banyak penulis menganjurkan insisi dengan elektrocavteratau
atau dengan tingtura podofilin. Kemungkinan residiv selalu ada penyebab
rangsangan tidak berantas lebih dahulu atau penyakit primernya kambuh.
8.
Fistula
Fistula
vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya terjadi pada waktu bersalin
baik sebagai tindakan operatif maupun akibat nekrosis tekanan. Tekanan lama
antara kepala dan tulang panggul gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian
jaringan local dalam 5-10 hari lepas dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi
inkotenensia alvi. Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh
dengan sendirinya. Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi per
vaginam.
B. VAGINA
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia
adalah :
1. Kelainan Vagina
Pada
aplasia vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus vagina dan terdapat
cekungan yang agak dangkal atau yang agak dalam.Terapi terdiri atas pembuatan
vagina baru beberapa metode sudah dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini
sebaiknya pada saat wanita bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina
dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit. Pada
atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi sehingga terdapat satu septum
yang horizontal, bila penetupan vagina ini menyeluruh menstruasi timbul tapi darahnya
tidak keluar, namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan timbul
kesulitan kecuali mungkin pada partus kala II.
2. Stenosis Vagina Kongenital
Jarang
terdapat , lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara
lengkap atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian kiri. Septum lengkap
biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya
cukup lebar, baik untuk koitus maupun lahirnya janin.
Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.
Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.
3. Tumor
Vagina
Dapat
merupakan rintangan bagi lahirnya janinm per vaginam, adanya tumor vagina bisa
pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak
resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan
dapat berlangsung secara per vaginam atau diselesaikan dengan seksio sesar.
4. Kista Vagina
Kista
vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral dalam
vagina bagian proximal, ditengah, distal di bawah orifisium urethra eksterna.
Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tetapi bila besar dilakukan
pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.
C. SERVIKS
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan ialah
1. Distosia Servikalis
Karena
dysfunctional uterine action atau karena parut pada serviks uteri. Kala I
serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan
lembaran kertas dibawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang
kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis atau disebaut
dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung, dimasukkan ke orifisium ini
biasanya serviks yang kaku pada primi tua sebagai akibat infeksi atau operasi.
D. UTERUS
1. Retroflexio Uteri
Retroflexio uteri gravida yang tetap menimbulkan abortus
atau retroflexio uteri gravidi incarcerate. Jarang sekali kehamilan pada uterus
dalam retroflexio mencapai umur cukup bulan. Jika ini terjadi, maka partus
dapat terjadi rupture uteri.
2. Prolapsus Uteri
2. Prolapsus Uteri
Biasanya prolapsus uteri yang
inkomplit berkut\rang karena setelah bulan ke IV uterus naik dan keluar dari
rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.
3. Kelainan Bawaan Uterus
Secara embriologis uterus, vagina,
servik dibentuk dari kedua duktus muller yang dalam pertumbuhan mudigah
mengalami proses penyatuan. Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam
penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran muller dan dalam kanalisasi.
Uterus didelfis atau uterus duplek
terjadi apabila kedua saluran muller berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan
sedikitpun sehingga terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina.
uterus subseptus terdiri atas 1
korpus uteri dengan septum yang tidak lengkap, 1 serviks, 1 vagina, cavum uteri
kanan dan kiri terpisah secara tidak lengkap. Uterus arkuatus hanya mempunyai
cekungan di fundus uteri. Kelainan ini paling ringan dan sering dijumpai.
Uterus birkornis unilateral. Radi mentarius terdiri atas 1 uterus dan
disampingnya terdapat handuk lain. Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus, 1
serviks yang berkembang dari satu saluran kanan dan kiri. Kelainan ini dapat
menyebabkan abortus, kehamilan ektopik dan kelainan letak janin
DAFTAR PUSTAKA
Ai Yeyeh Rukiyah, dkk.
2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan Edisi Revisi. Jakarta. Trans Info
Medika
Depkes. 2004.
http:\\www.Ministry of Health, Republic Indonesia.com
FKUI. 1999.
http:\\www.kuliah Obstetri Gynekologi. com
Manuaba, DKK. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta
Nugroho Taufan, 2012. Obsgyn Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta
Wiknjosastro Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 3.Jakarta:
YBPSP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar